Terlalu banyak hadits-hadits dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengharamkan menjadikan kuburan sebagai
masjid. Akan tetapi hal ini ditentang oleh Habib Munzir. Dan dalam
penentangannya itu Habib Munzir berdalil dengan beberapa hadits dan perkataan
para ulama.
Akan tetapi sungguh sangat mengejutkan
tatkala saya cek langsung perkataan para ulama tersebut ternyata bertentangan
dengan apa yang dipahami oleh sang Habib. Ternyata…sang Habib telah melakukan
tipu muslihat.
Habib Munzir berkata :
"Berkata Guru dari Imam Ahmad bin
Hanbal, yaitu Imam Syafii rahimahullah : Makruh memuliakan seseorang hingga
menjadikan makamnya sebagai masjid (*Imam Syafii tidak mengharamkan memuliakan
seseorang hingga membangun kuburnya menjadi masjid, namun beliau mengatakan makruh),
karena ditakutkan fitnah atas orang itu atau atas orang lain, dan hal yang
tidak diperbolehkan adalah membangun masjid di atas makam setelah jenazah
dikuburkan, Namun bila membangun masjid lalu membuat di dekatnya makam untuk
pewakafnya maka tak ada larangannya". Demikian ucapan Imam Syafii (Faidhul
Qodiir juz 5 hal. 274)"
Demikianlah perkataan Habib Munzir dalam
kitabnya Meniti Kesempurnaan Iman hal 40)
Saya akan menunjukkan kepada para pembaca
sekalian tentang tipu muslihat yang telah dilakukan oleh sang Habib, dengan
menukil langsung teks yang sesungguhnya dari kitab Faidhul Qodiir Syarh
al-Jaami' As-Shogiir yang dikarang oleh Al-Munaawi rahimahullah.
Tatkala menjelaskan hadits Nabi shallahu
'alaihi wa sallam
لَعَنَ اللهُ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ وَالْمُتَّخِذِيْنَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ وَالسُّرُجَ
"Allah melaknat para wanita penziarah
kuburan dan (melaknat) orang-orang yang menjadikan di atas kuburan masjid-masjid
dan penerangan"
Al-Munaawi berkata :
(Sabda Nabi) : وَالْمُتَّخِذِيْنَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِد"(Allah melaknat orang-orang yang menjadikan
masjid-masjid di atas kuburan) karena padanya ada bentuk berlebih-lebihan dalam
ta'dziim (pengagungan). Ibnul Qoyyim berkata, "Dan hadits
ini dan hadits-hadits yang semisalnya adalah bentuk penjagaan Rasulullah
shallahu 'alaihi wa sallam terhadap tauhid agar tidak diikuti oleh kesyirikan
dan agar kesyirikan tidak menutup tauhid, dan untuk memurnikan tauhid dan
sebagai bentuk kemarahan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena Robnya
disamakan dengan selainNya. As-Syafii berkata, "Aku benci diagungkannya
seorang makhluk hingga kuburannya akhirnya dijadikan masjid, kawatir fitnah
kepadanya dan kepada masyarakat".
Dikatakan bahwasanya yang dicela adalah jika
menjadikan mesjid di atas kuburan setelah proses pemakaman, adapun jika ia
membangun mesjid kemudian menjadikan di sampingnya kuburan untuk dikuburkan di
situ pewaqif masjid atau orang yang lain, maka tidak mengapa.
Zainuddin Al-'Irooqi berkata, "Yang
dzohir bahwasanya tidak ada perbedaan antara jika dia membangun masjid dengan
niat untuk dikuburkan di sebagian masjid maka termasuk dalam laknat. Bahkan
hukumnya haram jika dikubur di masjid. Jika ia mempersyaratkan (tatkala memberi
wakaf) agar dikubur di masjid maka persyaratan tersebut tidak sah karena
bertentangan dengan kosekuensi wakaf masjidnya". (Faidul Qodiir Syarh
Al-Jaami' As-Shogiir 5/274)
Demikianlah teks secara lengkap dari kitab
Faidhul Qodiir. Para pembaca yang budiman perhatikanlah teks diatas, ternyata :
Al-Munaawi menukil perkataan Ibnul Qoyyim,
yang Ibnul Qoyyim sedang menukil perkataan Imam As-Syafii (perkataan Ibnul
Qoyyim ini bisa dilihat di kitab beliau Ighootsah Al-Lahfaan, tahqiq Al-Faqii
1/189), lalu Al-Munawi menyampaikan suatu pendapat lantas kemudian Al-Munawi
menukil perkataan Al-'Irooqi yang membantah pendapat tersebut.
Dari sini tampak tipu muslihat Habib Munzir
dari beberapa sisi:
Pertama :
Habib Munzir berdusta atas nama Imam
As-Syafii dengan menambah perkataan yang bukan perkataan Imam As-Syafii, yaitu
perkataan ((dan hal yang tidak diperbolehkan adalah membangun masjid di atas
makam setelah jenazah dikuburkan, Namun bila membangun masjid lalu membuat di
dekatnya makam untuk pewakafnya maka tak ada larangannya)), yang ini jelas
adalah bukan perkataan Imam Syafii, akan tetapi sebuah pendapat yang dinukil
oleh Al-Munawi.
Perkataan Imam As-Syafii ini sangatlah
masyhuur, perkataan ini telah dinukil oleh Abu Ishaaq Asy-Syiirooziy (wafat 476
H) dalam kitabnya Al-Muhadzdzab fi Fiqhi Al-Imaam Asy-Syaafii, beliau
rahimahullah berkata :
"Dan dibenci dibangunnya masjid di atas
kuburan, karena hadits yang diriwayatkan oleh Abu Martsad Al-Gonawi bahwasanya
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam melarang sholat kearah kuburan dan berkata,
"Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai berhala (sesembahan),
karena sesungguhnya bani Israil telah binasa karena mereka menjadi
kuburan-kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid". As-Syafii berkata,
"Dan aku benci diagungkannya seorang makhluq hingga kuburannya dijadikan
masjid, kawatir fitnah atasnya dan atas orang-orang setelahnya"
(Al-Muhadzdzab 1/456, dengan tahqiq : DR Muhammad Az-Zuhaili)
Perkataan As-Syiirooziy dan perkatan Imam
As-Syaafii ini juga dinukil oleh An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmuu' Syarh
Al-Muhadzdzab (5/288, tahqiq Muhammad Najiib Al-Muthi'iy). Kemudian An-Nawawi
berkata :
"Dan telah sepakat nash-nash dari
As-Syafii dan juga para ashaab (para ulama madzhab syafiiyah) akan dibencinya
membangun masjid di atas kuburan, sama saja apakah sang mayat masyhur dengan
kesholehan atau selainnya karena keumuman hadits-hadits (yang melarang-pen).
Ay-Syafii dan para ashaab berkata, "Dan dibenci sholat ke arah kuburan,
sama saja apakah sang mayat orang sholeh ataukah tidak". Al-Haafizh Abu
Muusa berkata, "Telah berkata Al-Imaam Abul Hasan Az-Za'farooni
rahimhullah : Dan tidak boleh sholat ke arah kuburannya, tidak boleh sholat di
sisinya dalam rangka mencari barokah atau dalam rangka mengagungkannya, karena
hadits-hadits Nabi, wallahu A'lam".(Demikian perkataan An-Nawawi dalam
Al-Majmuu' syarh Al-Muhadzdzab 5/289)
Dan perkataan Imam As-Syaafii yang dinukil
oleh Asy-Syiiroozi, An-Nawawi dan Al-Munaawi sesuai dengan penjelasan Imam
As-Syafii dalam kitab beliau Al-Umm, dimana beliau tidak suka jika kuburan
dibangun lebih tinggi dari satu jengkal, beliau berkata :
"Aku suka jika kuburan tidak ditambah
dengan pasir dari selain (galian) kuburan itu sendiri. Dan tidak mengapa jika
ditambah pasir dari selain (galian) kuburan jika ditambah tanah dari yang lain
akan sangat tinggi. Akan tetapi aku suka jika kuburan dinaikan di atas tanah
seukuran sejengkal atau yang semisalnya. Dan aku suka jika kuburan tidak
dibangun dan tidak dikapur (disemen-pen) karena hal itu menyerupai perhiasan
dan kesombongan, dan kematian bukanlah tempat salah satu dari keduanya (hiasan
dan kesombongan), dan aku tidak melihat kuburan kaum muhajirin dan kaum anshoor
dikapuri" (Al-Umm 2/631, tahqiq DR Rif'at Fauzi Abdul Muththolib, Daar
Al-Wafaa')
Kedua :
Habib Munzir tidak amanah dalam penerjemahan,
kata qiila (قِيْلَ) yang artinya "dikatakan" tidak diterjemahkan oleh Habib Munzir.
Terjemahan Habib Munzir sbb : "Berkata
Guru dari Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu Imam Syafii rahimahullah : Makruh
memuliakan seseorang hingga menjadikan makamnya sebagai masjid (*Imam Syafii
tidak mengharamkan memuliakan seseorang hingga membangun kuburnya menjadi
masjid, namun beliau mengatakan makruh), karena ditakutkan fitnah atas orang
itu atau atas orang lain, dan hal yang tidak diperbolehkan adalah membangun
masjid di atas makam setelah jenazah dikuburkan, Namun bila membangun masjid
lalu membuat di dekatnya makam untuk pewakafnya maka tak ada larangannya".
Demikian ucapan Imam Syafii (Faidhul Qodiir juz 5 hal. 274)"
Para pembaca yang budiman perhatikan
terjemahan Habib Munzir, seharusnya terjemahan yang benar adalah : "…atau
atas orang lain. Dikatakan : dan hal yang tidak…"
Ini jelas sangat merubah makna, karena fungsi
dari kalimat qiila (dikatakan) ada dua:
-
Pertama : Menunjukan pemisah antara perkataan Imam Syafii dan perkataan
selanjutnya yang bukan merupakan perkataan Imam As-Syafii
-
Kedua : Para penuntut ilmu telah mengerti bahwasanya para ulama tatkala
menukil suatu pendapat dan dibuka dengan perkataan "dikatakan" maka
ini menunjukkan lemahnya pendapat tersebut.
Ketiga :
Habib Munzir tidak menukil perkataan
Al-Munaawi dalam Faidhul Qodiir secara sempurna. Padahal setelah nukilan yang
didustakan kepada Imam Syafii tersebut, setelah itu Al-Munawi menukil dari
Al-'Irooqi untuk membantah pendapat tersebut. Para pembaca yang budiman
perhatikanlah kembali teks perkataan Al-Munawi berikut ini:
Terjemahannya: "Dikatakan bahwasanya
yang dicela adalah jika menjadikan mesjid di atas kuburan setelah proses
pemakaman, adapun jika ia membangun masjid kemudian menjadikan di sampingnya
kuburan untuk dikuburkan di situ pewaqif masjid atau orang yang lain, maka
tidak mengapa.
Zainuddin Al-'Irooqi berkata, "Yang
dzohir bahwasanya tidak ada perbedaan antara jika dia membangun mesjid dengan
niat untuk dikuburkan di sebagian masjid maka termasuk dalam laknat. Bahkan
hukumnya haram jika dikubur di masjid. Jika ia mempersyaratkan (tatkala member
wakaf) untuk dikubur di masjid maka persyaratan tersebut tidak sah karena
bertentangan dengan kosekuensi wakaf masjidnya". (Faidul Qodiir Syarh
Al-Jaami' As-Shogiir 5/274)
Maka sungguh saya bertanya kepada Habib
Munzir yang mulia…"Kenapa anda begitu tega dan begitu berani memanipulasi
perkataan para ulama…??"
Apakah anda tidak takut dimintai pertanggung
jawaban oleh Allah di hari akhirat kelak…???!!! Wallahul must'aaan
(Bersambung…)
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-,
24-10-1432 H / 22 September 2011 M
Abu
Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com
Diterbitkan pada 23 September 2011
Disalin pada
23 May 2013
Untuk lebih
lengkapnya (teks arabnya), bisa klik sumbernya langsung, ada komentar dan
diskusi juga di sana.