IDAHRAM MENGKAFIRKAN KAUM SALAFY WAHABI
(Siapa sebenarnya yang khawarij, kaum salafi atau
idahram??)
Saya jadi bingung, sebenarnya yang suka
mengkafirkan itu kaum salafy atauhkah idahram??!!, yang khawarij yang mana?,
kaum wahabi ataukah idahram??!!
Idahram berkata, ((Mereka "keluar dari agama
Islam seperti anak panah yang tembus keluar". Mereka dihukumi oleh Nabi
Saw. sebagai orang yang telah keluar dari agama Islam (murtad) dan tidak pernah
kembali lagi seperti tidak pernah kembalinya anak panah yang tembus keluar dari
badan binatang buruannya. Hal itu diantaranya karena penyimpangan aqidah mereka
dalam (*1) tajsim (menganggap Allah Swt. memiliki badan dan anggota tubuh) dan
(*2) tasybiih (menyerupakan Allah Swt. dengan makhluk), juga disebabkan perilaku
mereka yang buruk terhadap umat Islam, seperti ; (*3) takfir (mengkafirkan),
tabdii' (membid'ahkan), menganggap diri paling benar, menjaga jarak dan tidak
mau berteman atau menegur muslim lain di luar kelompok mereka (mereka
istilahkan dengan hajr al-mubtadi')"…)) (lihat Sejarah berdarah… hal
144-145).
Idahram juga berkata, "…Seperti itulah faham
Salafi Wahabi yang hadir di dunia ini baru kemarin sore, yaitu baru 210 tahun
yang lalu, tetapi merasa paling benar, dan mengkafirkan semuar orang yang tidak
mengikuti fahamnya. Mereka berlaku demikian karena iman mereka tidak dapat
melewati kerongkongan, alias hanya di mulut saja, tidak meresap ke hati dan
tidak diamalkan dalam bentuk nyata. Karena itu semua mereka dihukumi oleh
Rasulullah Saw. sebagai orang yang telah keluar dari agama Islam. Na'udzubillah
mindzalik" (Sejarah berdarah…145-146)
Dalam konteks di atas jelas bahwa Idahram nekat
menyatakan bahwa kaum wahabi murtad, dengan dalih bahwasanya kaum salafy
dinyatakan murtad oleh Nabi, dan sebab pemurtadan kaum wahabi adalah karena
aqidah (1) tajsim, (2) tasybih, dan (3) takfiir.
Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu Tidak
Mengkafirkan Kaum Khawarij Asli Yang Ia Perangi, Lantas Idahram Nekat
Mengkafirkan Kaum Salafy Wahabi??
Para ulama telah berselisih pendapat tentang
kafirnya kaum khawarij yang diperangi oleh Ali Bin Abi Tholib. Sebagian ulama
berpendapat bahwa mereka adalah kafir murtad, akan tetapi mayoritas ualama dan
para muhaqqiq (ahli tahqiq) dari kalangan para ulama madzhab berpendapat bahwa
mereka hanyalah fasiq dan tidak sampai pada derajat kafir.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
لأَنَّ الْمَذْهَبَ الصَّحِيْحَ الْمُخْتَارَ الَّذِي قَالَهُ الأَكْثَرُوْنَ وَالْمُحَقِّقُوْنَ أَنَّ الْخَوَارِجَ لاَ يَكْفُرُوْنَ كَسَائِرِ أَهْلِ الْبِدَعِ
"Karena madzhab/pendapat yang benar yang
terpilih yang merupakan pendapat mayoritas dan para ahli tahqiq bahwasanya
khawarij tidaklah kafir sebagaimana ahlu bid'ah yang lainnya' (Al-Minhaaj syarh
shahih Muslim 2/50)
Al-Haafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata;
قَالَ ابْنُ بَطَّال ذَهَبَ جُمْهُوْرُ الْعُلَمَاءِ إِلَى أَنَّ الْخَوَارِجَ غَيْرُ خَارِجِيْنَ عَنْ جُمْلَةِ الْمُسْلِمِيْنَ
"Ibnu Batthool berkata, "Jumhur
(mayoritas) ulama berpendapat bahwa khawarij tidaklah keluar dari kaum
muslimin" (Fathul Baari 12/300-301)
Ibnu Qudaamah berkata :
الْخَوَارِجُ الَّذِيْنَ يُكَفِّرُوْنَ بِالذَّنْبِ وَيُكَفِّرُوْنَ عُثْمَانَ وَعَلِيًّا وَطَلْحة وَالزُّبَيِرَ وَكَثِيْرًا مِنَ الصَّحَابَةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ مَنْ خَرَجَ مَعَهُمْ فَظَاهِرُ قَوْلِ الْفُقَهَاءِ مِنْ أَصْحَابِنَا الْمُتَأَخِّرِيْنَ أَنَّهُمْ بُغَاةٌ حُكْمُهُمْ حُكْمُهُمْ وَهَذَا قَوْلُ أَبِي حَنِيْفَةَ وَالشَّافِعِي وَجُمْهُوْرُ الْفُقَهَاءِ وَكَثِيْرٌ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيْثِ
"Khawarij yang mengkafirkan orang karena
(melakukan) dosa dan mengkafirkan Utsman, Alim Tholhah, Az-Zubair dan banyak
sahabat, serta menghalalkan darah kaum muslimin dan harta mereka kecuali yang
keluar bersama mereka, maka dzohir dari perkataan para fuqohaa dari para ahli
fiqih hanabilah mutaa'khkhirin bahwasanya mereka adalah bugoot (pemberontak),
sehingga hukum khawarij sebagaimana hukum bughoot. Dan ini adalah pendapat Abu
Hanifah, Syafii, dan mayoritas ahli fiqih serta pendapat banyak ahli
hadits" (Al-Mughni 10/46)
Al-Khotthoobi rahimahullah berkata:
أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُمْ عَلَى ضَلاَلِهِمْ مُسْلِمُوْنَ
"Mereka telah ijmak/sepakat bahwasanya
meskipun khawarij di atas kesesatan akan tetapi mereka adalah kaum
muslimin" (Faidul Qodiir 3/679).
Ibnu Abdil Bar rahimahullah meriwayatkan dengan
sanadnya dari Ali bin Abi Tholib bahwasanya beliau tidak mengkafirkan khawarij.
أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ أَهْلِ النَّهْرَوَانِ أَكُفَّارٌ هُمْ؟ قَالَ : مِنَ الْكُفْرِ فَرُّوْا، قِيْلَ فَمُنَافِقُوْنَ هُمْ؟ قَالَ : إِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ قَلِيْلاَ. قِيْلَ : فَمَا هُمْ؟ قَالَ : قَوْمٌ أَصَابَتْهُمْ فِتْنَةٌ فَعَمُوْا فِيْهَا وَصَمُّوْا وَبَغَوْا عَلَيْنَا وَحَارَبُوْنَا وَقَاتَلُوْنَا فَقَتَلْنَاهُمْ
Ali bin Abi Tholib ditanya tentang ahlu Nahrawan
(yaitu kahawrij), "Apakah mereka kafir?", maka beliau menjawab,
"Mereka (khawarij) lari dari kekufuran". Maka dikatakan kepada
beliau, "Apakah khawarij munafiq?", beliau berkata, "Kaum
munafiq tidaklah mengingat Allah kecuali hanya sedikit". Lantas siapa
mereka?, beliau berkata, "Mereka adalah kaum yang tertimpa fitnah sehingga
akhirnya mereka menjadi buta dan tuli dalam fitnah tersebut, dan memberontak
kepada kami, serta memerangi kami, maka kamipun membunuh mereka"
Riwayat perkataan Ali bin Abi Tholib ini banyak
disebutkan oleh para ulama dalam buku-buku mereka dan dijadikan dalil oleh
mereka bahwasanya khawarij tidaklah kafir, seperti Imam An-Nawawi dalam kitab
Al-Majmuu' syarh Al-Muhadzdzab 19/193, Ibnu Bathhool dalam syarah Shahih
Al-Bukhari, 8/585, Ibnu Qudaamah Al-Hanbali dalam kitab Al-Mughni 10/46,
Az-Zarqooni dalam syarh Muwattho' Al-Imam Malik 2/26, Al-Munaawi As-Syafii
dalam kitab Faidul Qodiir 3/679. Ibnu Bathhool berkata tentang riwayat Ali ini
: وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ مِنْ طُرُقٍ "Telah diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib
dari beberapa jalan" (Syarh Shahih Al-Bukhari 8/585)
Oleh karenanya tidak kafirnya khawarij adalah
pendapat Ali bin Abi Tholib dan pendapat para sahabat yang ikut dalam pasukan
Ali tatkala memerangi khawarij. Karenanya Ali bin Abi Tholib tidaklah
menjadikan istri-istri khawarij sebagai gonimah.
Demikianlah pendapat para sahabat dan mayoritas
ulama tentang kaum khawarij yang telah diperangi oleh Ali bin Abi Tholib, kaum
yang bengis yang telah disifati oleh Nabi dengan sifat-sifat yang brutal dan
bodoh, serta Nabi menjanjikan ganjaran besar bagi orang-orang yang memerangi
mereka. Itupun toh mereka tidak dikafirkan !!!??.
Lantas begitu beranikah Idahram kemudian
mengkafirkan kaum salafi wahabi, serta memvonis mereka sebagai kaum yang murtad
?!!!. Kalaupun kaum salafy adalah khawarij sebagaimana igauan Idahram maka
pendapat yang tepat mereka hanyalah fasiq dan tidak kafir??, lantas bagaimana
lagi jika ternyata kaum salafy wahabi bukanlah khawarij??, bahkan membantah
aqidah dan pemikiran khawarij??!!.
Argumen Idahram Akan Kafirnya Kaum Salafi Wahabi
Diantara argumentasi Idahram akan kafirnya kaum
Salafi Wahabi ada tiga perkara,
(1)
Idahram menuduh kaum salafy wahabi memiliki aqidah tajsiim
(2)
Idahram menuduh kaum salafy wahabi memiliki aqidah tasybiih
(3)
Idahram menuduh kaum salafy suka mengkafirkan kaum muslimin
TAJSIIM & TASYBIIH
Tajsim dan tasybih yang merupakan kekufuran
adalah jika kita mengatakan bahwa tangan Allah seperti tangan kita, wajah Allah
seperti wajah kita, penglihatan Allah seperti penglihatan kita. Hal ini
sebagaimana halnya jika kita mengatakan bahwa ilmu Allah seperti ilmu kita dan
kekuatan Allah seperti kekuatan kita. (Lihat Syarah Al-'Aqidah At-Thohawiyah
hal 53, Dar At-Ta'aarud 4/145 dan Maqoolat at-Tasybiih wa Mauqif Ahlis Sunnah
minhaa 1/79)
Al-Imam Abu 'Isa At-Thirmidzi menukil perkataan
Imam Ishaq bin Rohuuyah, Imam At-Thirmidzi berkata:
"Dan Ishaaq bin Ibrohim berkata ((Hanyalah
merupakan tasybiih jika ia berkata : Tangan Allah seperti tangan (manusia) atau
pendengaran Allah seperti pendengaran (manusia). Jika ia berkata :
"Pendengaran (Allah) seperti pendengaran (manusia/makhluk)" maka
inilah tasybiih.
Adapun jika ia berkata sebagaimana yang dikatakan
oleh Allah : "Tangan, pendengaran, dan penglihatan Allah" dan ia
tidak mengatakan bagaimananya serta tidak mengatakan bahwasanya pendengaran
Allah seperti pendengaran (*makhluk)
maka hal ini bukanlah tasybiih. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam
al-Quran :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan
Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat")) (Lihat Sunan
At-Thirmidzi 3/42, kitab Az-Zakaat, bab Maa Jaa a fi fadl as-Shodaqoh, dibawah
hadits no 662)
Al-Imam Ahmad berkata,
مَنْ قَالَ بَصَرٌ كَبَصَرِي وَيَدٌ كَيَدِي وَقَدَمٌ كَقَدَمِي فَقَدْ شَبَّهَ اللهَ بِخَلْقِهِ
"Barangsiapa yang berkata : Penglihatan
Allah seperti penglihatanku dan tangan Allah seperti tanganku, serta kaki Allah
seperti kakiku maka ia telah mentasybiih (menyerupakan) Allah dengan
makhlukNya" (Diriwayatkan oleh Al-Khollaal dengan sanadnya dalam kitabnya
"As-Sunnah" sebagaimana telah dinukil oleh Ibnu Taimiyyah dalam Dar
At-Ta'aarudl 2/32 dan Ibnul Qoyyim dalam Ijtimaa al-Juyuusy al-Islaamiyah hal
162 )
Karenanya menyatakan bahwa Allah memiliki sifat
ilmu, qudroh, penglihatan, pendengaran, berbicara, akan tetapi tidak sama
dengan ilmu manusia, qudroh manusia, penglihatan dan pembicaraan manusia, maka
ini bukanlah tasybiih atau tajsiim, bahkan ini adalah tauhid kepada Allah.
Yaitu menetapkan sifat-sifat Allah yang termaktub dalam Al-Qur'an dan Sunnah
akan tetapi sifat-sifat tersebut maha tinggi dan tidak akan sama dengan
sifat-sifat makhluk.
Allah berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١١)
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan
Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat" (QS Asy-Syuuroo : 11)
Perhatikanlah dalam ayat ini, Allah menyatakan
bahwa Allah Maha mendengar dan Maha Melihat, akan tetapi tidak ada sesuatupun
yang serupa dengan Allah, sehingga penglihatan dan pendengaran Allah tidaklah
seperti penglihatan dan pendengaran manusia ataupun makhluk yang lain.
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah tentang
sifat-sifat Allah dibangun di atas mensifati Allah sesuai dengan apa yang Allah
sifatkan tentang diriNya dalam Al-Qur'an atau melalui Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dalam hadits-haditsnya tanpa adanya (1) tahriif dan (2)
ta'thiil serta tanpa (3) takyiif dan (4) tamtsiil. (lihat Al-Aqidah Al-Washithiyyah
bersama syarah Kholil Harroos hal 47-48)
Tahriif secara bahasa adalah merubah atau
mengganti (lihat Mu'jam Maqooyiis Al-Lughoh 2/42 dan Lisaanul 'Arob 10/387),
adapun tahriif secara terminology (yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah)
adalah merubah lafal-lafal nash yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah atau
merubah makna dari lafal-lafal tersebut (lihat As-Showaa'iq Al-Mursalah
1/215-216)
Ta'thiil secara terminology adalah menolak
sifat-sifat Allah yang datang dalam nash-nash al-Qur'an mapun hadits-hadits
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, baik menolak sebagian sifat (sebagaimana
dilakukan oleh kaum Asyaa'iroh dan Al-Maaturiidiyah) ataupun menolak seluruh
sifat-sifat Allah (sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Al-Jahmiyah dan
Al-Mu'tazilah)
Takyiif secara terminology adalah membagaimanakan
sifat-sifat Allah, seperti menyatakan bahwa sifat Allah begini dan begitu tanpa
dalil, dan tanpa menyamakan dengan makhluk (Lihat Al-Qowaa'id Al-Mutslaa
beserta syarhnya Al-Mujalaa hal 206)
Adapun Tamtsiil secara terminology adalah
membagaimanakan sifat Allah dengan menyamakan sifat Allah seperti sifat
makhluk, seperti menyatakan bahwa tangan Allah sama seperti tangan manusia,
turunnya Allah sama seperti turunnya manusia, penglihatan Allah seperti penglihatan
manusia, dan seterusnya. (Lihat Al-Qowaa'id Al-Mutslaa beserta syarhnya
Al-Mujalaa hal 202)
Aqidah inilah yang disepakati oleh para imam
salaf umat ini. Ibnu Abdil Barr rahimahullah (salah seorang ulama besar madzhab
Maliki yang wafat pada tahun 463 H) telah menukil ijmak (konsensus) ahlus
sunnah atas aqidah ini. Beliau berkata dalam kitabnya yang sangat masyhuur
At-Tamhiid Limaa fi Al-Muwattho' min al-Ma'aaniy wa al-Asaaniid:
"Ahlus Sunnah ijmak (berkonsensus) dalam
menetapkan seluruh sifat-sifat Allah yang datang dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah,
dan sepakat untuk beriman kepada sifat-sifat tersebut. Adapun Ahlul Bid'ah,
Jahmiyah dan Mu'tazilah seluruhnya, demikian juga kaum khawarij seluruhnya
mengingkari sifat-sifat Allah, mereka tidak membawakan sifat-sifat Allah pada
makna hakekatnya, dan mereka menyangka bahwasanya barang siapa yang menetapkan
sifat-sifat tersebut maka ia adalah musyabbih. Mereka ini di sisi para penetap
sifat-sifat Allah adalah para penolak Allah (yang disembah). Dan al-haq (kebenaran)
ada pada apa yang dikatakan oleh mereka yang mengatakan sebagaimana yang
dikatakan oleh Al-Qur'an dan sunnah rasulNya, dan mereka adalah para imam
Jama'ah, Alhamdulillah" (At-Tamhiid 7/145)
Sebagaimana hal ini juga telah disebutkan oleh
Al-Imam At-Thirmidzi dalam sunannya. Imam At-Thirmidzi meriwayatkan sebuah
hadits yang menyebutkan tentang sifat tangan kanan Allah, ia berkata
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Sesungguhnya Allah menerima sedekah dan mengambilnya dengan
tangan kanannya, lalu Allah mentarbiayahnya (mengembangkannya) untuk salah
seorang dari kalian sebagaimana salah seorang dari kalian mengembangkan kuda
kecilnya. Sampai-sampai sesuap makanan benar-benar menjadi seperti gunung Uhud" (HR
At-Thirmidzi no 662)
Setelah meriwayatkan hadits ini lalu kemudian
At-Thirmidzi berkata :
"Telah berkata lebih dari satu dari kalangan
ahli ilmu tentang hadits ini dan riwayat-riwayat hadits yang lain tentang
sifat-sifat Allah, dan turunnya Allah setiap malam ke langit dunia, mereka
berkata : Telah tetap riwayat-riwayat tentang sifat-sifat Allah dan diimani,
tidak boleh dikhayalkan, serta tidak boleh dikatakan bagaimana sifat-sifat
tersebut??(3/41)
Demikianlah diriwayatkan dari Imam Malik, Sufyan
bin 'Uyainah, dan Abdullah bin Al-Mubaarok bahwasanya mereka berkata tentang
hadits-hadits ini : "Tetapkan hadits-hadits tersebut tanpa
membagaimanakannya". Dan demikianlah perkataan para ulama Ahlus Sunnah wal
Jama'ah.
Adapun Jahmiyah maka mereka mengingkari
riwayat-riwayat ini dan mereka berkata bahwasanya hal ini adalah tasybiih.
Lebih dari satu tempat dalam Al-Qur'an Allah
menyebutkan : Tangan, pendengaran, dan penglihatan. Maka kaum Jahmiyah
mentakwil ayat-ayat ini dan menafsirkannya dengan tafsiran yang tidak sesuai
dengan tafsirang para ahli ilmu. Jahmiyah berkata, "Sesungguhnya Allah
tidak menciptakan Adam dengan tanganNya", dan Jahmiyah berkata,
"Makna Tangan di sini adalah kekuatan")) (demikian perkataan
At-Thirmidzi dalan Sunannya 3/42)
Menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana lahiriyahnya
tanpa mentasybih dengan sisfat-sifat makhluk merupakan aqidah para imam 4
madzhab.
Imam Abu Haniifah rahimahullah berkata :
وَلَهُ يَدٌ وَوَجْهٌ وَنَفْسٌ كَمَا ذَكَرَهُ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ، فَمَا ذَكَرَهُ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ مِنْ ذِكْرِ الْوَجْهِ وَالْيَدِ وَالنَّفْسِ فَهُوَ لَهُ صِفَاتٌ بِلاَ كَيْفَ وَلاَ يُقَالُ إِنَّ يَدَهُ قُدْرَتُهُ أَوْ نِعْمَتُهُ لِأَنَّ فِيْهِ إِبْطَالَ الصِّفَةِ وَهُوَ قَوْلُ أَهْلِ الْقَدَرِ وَالاِعْتِزَالِ وَلَكِنَّ يَدَهُ صِفَتُهُ بِلاَ كَيْفَ وَغَضَبَهُ وَرِضَاهُ صِفَتَانِ مِنْ صِفَاتِ اللهِ تَعَالَى بِلاَ كَيْفَ
"Allah memiliki tangan, wajah, dan jiwa
sebagaimana yang Allah sebutkan dalam Al-Qur'an. Apa yang disebutkan oleh Allah
di Al-Qur'an berupa penyebutan tentang wajah, tangan, dan jiwa maka itu adalah
sifat-sifat Allah, tanpa membagaimanakannya. Dan tidak boleh dikatakan
sesungguhnya tangannya adalah qudroh (kemampuan)Nya atau nikmatNya, karena hal
ini menolak sifat dan ini adalah perkataan Para penolak taqdir dan kaum
mu'tazilah, akan tetapi tanganNya adalah sifatNya tanpa membagaimanakannya.
KemarahanNya dan keridhoanNya adalah dua sifat yang termasuk sifat-sifat Allah tanpa
membagaimanakannya" (Lihat Syarh al-Fiqh al-Akbar karya Syaikh Abu
al-Muntahh Ahmad bin Muhammad Al-Hanafi hal 120-122, dan juga As-Syarh
Al-Muyassar li Al-Fiqh al-Akbar karya Al-Khomiis hal 42)
Imam Maalik rahimahullah tatkala ditanya tentang
bagaimananya istiwaa Allah maka beliau berkata :
الاِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ
"Istiwaa diketahui (tidak dijahili
maknanya), dan bagaimananya tidak bisa dipikirkan, dan mengimaninya adalah
wajib, serta bertanya tentang bagaimananya adalah bid'ah" (Atsar perkataan
Imam Malik ini shahih dari banyak jalan, silahkan melihat takhriij atsar ini
secara detail dalam buku : "Al-Atsar Al-Masyhuur 'an Al-Imaam Maalik fi
sifat Al-Istiwaa' hal 35-51, karya Syaikh Abdur Rozzaaq Al-'Abbad bisa
didownload disini)
Ibnu Qudamah meriwayatkan atsar dari Imam Syafii,
Ibnu Qudamah berkata :
"Yunus bin 'Abdil A'la berkata, aku
mendengar Abu Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafii tatkala ditanya tentang
sifat-sifat Allah dan apa yang diimani oleh As-Syafii maka As-Syafii berkata,
"Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang datang dalam kitabNya
(al-Qur'an) dan dikabarkan oleh NabiNya shallallahu 'alaihi wa sallam kepada
umatnya, tidak boleh seorangpun dari makhluk Allah yang telah tegak hujjah
kepadanya untuk menolaknya, karena Al-Qur'an telah menurunkan nama-nama dan
sifat-sifat tersebut, dan telah sah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam tentang nama-nama dan sifat-sifat tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh
para perawi yang adil (*tsiqoh/terpercaya). Jika seseorang menyelisihinya
setelah tetapnya hujjah kepadanya maka ia kafir, adapaun sebelum tegaknya
hujjah maka ia mendapat udzur karena kejahilan, karena ilmu tentang hal ini
(*nama-nama dan sifat-sifat Allah) tidak bisa diketahui dengan akal, atau
dengan pemikiran, dan kami tidak mengkafirkan seorangpun yang jahil (tidak tahu), kecuali setelah
sampai kabar tentang hal tersebut kepadanya. Kami menetapkan sifat-sifat ini
dan kami menolak tasybih dari sifat-sifat tersebut sebagaimana Allah telah
menolah tasybih dari diriNya" (kitab Itsbaat Sifat al-'Uluw karya Ibnu
Qudamah hal 181 dan juga dalam kitab beliau Dzam at-Ta'wiil hal 21)
Ibnu Qudaamah berkata dalam kitabnya Dzam
At-Takwil (hal 20)
"Abu Bakr Al-Marwadzi berkata, "Dan
telah mengabarkan kepadaku Ali bin Isa bahwasanya Hambal telah menyampaikan
kepada mereka, ia berkata, "Aku bertanya kepada Abu Abdillah (*Al-Imam
Ahmad) tentang hadits-hadits yang diriwayatkan ((Sesungguhnya Allah turun
setiap malam ke langit dunia)) dan ((Sesungguhnya Allah dilihat)), dan
((Sesungguhnya Allah meletakkan kakinya)) dan hadits-hadits yang semisal ini
maka Abu Abdillah (*Al-Imam Ahmad) berkata:
"Kami beriman dengan hadits-hadits ini dan
kami membenarkannya, tanpa ada bagaimanannya dan tanpa memaknakannya
(*mentakwilnya) dan kami tidak menolak sedikitpun dari hadits-hadits ini, dan
kami mengetahui bahwasanya apa yang datang dari Rasulullah adalah benar, jika
datang dengan sanad-sanad yang shahih, dan kami tidak menolak sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidaklah Allah disifati lebih dari apa yang
Allah sifati dirinya sendiri, atau pensifatan RasulNya tentang Allah, tanpa
adanya batasan
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan
Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat"
Dan orang-orang yang mensifati (Allah) tidak akan
sampai sampai kepada sifatNya (*yang sebenarnya) dan sifat-sifatNya dariNya.
Kami tidak melebihi Al-Qur'an dan Hadits, maka kami mengatakan sebagaimana yang
dikatakan oleh Allah, dan kami mensifati sebagaimana yang Allah sifati diriNya,
kami tidak melampauinya, kami beriman kepada seluruh al-Qur'an, yang muhkam
maupun yang mutasyabih, dan kami tidak menghilangkan satu sifatpun dari
sifat-sifat Allah hanya karena celaan"
Demikianlah aqidah 4 imam madzhab ahlus sunnah,
bahwasanya mereka menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana yang ditunjukkan
oleh ayat-ayat dan hadits-hadits yang shahih, akan tetapi mereka menafikan
tasybih dan penyamaan dengan sifat-sifat makhluk. Mereka menetapkan sifat
tangan Allah akan tetapi tidak seperti tangan makhluk, demikian pula wajah
Allah, sebagaimana penglihatan dan pendengaran Allah tidak seperti penglihatan
dan pendengaran makhluk.
Meskipun Ahlus Sunnah menetapkan sifat-sifat
Allah akan tetapi mereka menyerahkan hakikat bagaimana sifat-sifat tersebut
hanya kepada Allah. Karena akal dan ilmu manusia tidak akan mampu menangkap
bagaimananya hakikat sifat-sifat Allah. Allah telah berfirman
وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا
"Ilmu mereka tidak dapat meliputi Nya"
(QS Thoohaa : 110)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
فمذهب السلف رضوان الله عليهم إثبات الصفات وإجراؤها على ظاهرها ونفي الكيفية عنها، لأن الكلام في الصفات فرعٌ عن الكلام في الذات، وإثبات الذات إثبات وجودٍ لا إثبات كيفيةٍ، فكذلك إثبات الصفات، وعلى هذا مضى السلف كلهم
"Madzhab salaf –semoga Allah meridhoi
mereka- adalah menetapkan sifat-sifat Allah dan memperlakukan sifat-sifat
tersebut sebagaimana dzohirnya (lahiriahnya) dan menafikan bagaimanaa hakikat
sifat-sifat tersebut. Karena pembicaraan tentang sifat-sifat Allah adalah
cabang dari pembicaraan tentang dzat Allah. Dan penetapan dzat Allah adalah
menetapkan adanya wujudnya dzat Allah bukan menetapkan bagaimananya dzat Allah,
maka demikianpula penetapan sifat-sifat Allah. Dan ini inilah madzhab para
salaf seluruhnya" (Majmuu' Al-Fataawaa 4/6-7)
Hal ini berbeda dengan musyabbihah yang
membagaimanakan sifat-sifat Allah atau menyerupakan sifat-sifat Allah dengan
sifat-sifat makhluk.
Kaum mu'atthilah menolak sifat-sifat Allah, ada
diantara mereka yang menolak sebagian sifat seperti kaum Asyaa'iroh dan
Maturidiah, dan ada diantara mereka yang menolak seluruh sifat seperti kaum
Jahmiyah dan Mu'tazilah.
Mereka menganggap penetapan setiap sifat Allah
melazimkan telah mentasybiih (menyerupakan) Allah dengan makhluknya. Padahal
menyatakan Allah dan makhluk sama-sama memiliki pendengaran dan penglihatan
bukanlah tasybiih atau tajsiim yang merupakan kekufuran, hanyalah merupakan
kekufuran jika kita menyatakan bahwa penglihatan dan pendengaran Allah seperti
penglihatan dan pendengaran manusia –sebagaimana telah lalu penjelasannya-.
Sampai-sampai jahmiyah dan mu'tazilah (yang
menolak seluruh sifat Allah) menamakan Asyairoh sebagai musyabbihah karena
telah menetapkan sebagian sifat Allah.
Diantara tuduhan Mu'attilah (para penolak
sifat-sifat Allah) adalah menuduh Ahlus Sunnah sebagai Mujaasim dan Musyabbih.
Hal ini telah jauh-jauh hari diingatkan oleh para ulama salaf.
Abu Zur'ah Ar-Roozi (wafat 264 H) berkata :
الْمُعَطِّلَةُ النَّافِيَةُ الَّذِيْنَ يُنْكِرُوْنَ صِفَاتِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الَّتِي وَصَفَ بِهَا نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ وَعَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ > وَيُكَذِّبُوْنَ بِالأَخْبَارِ الصِّحَاحِ الَّتِي جَاءَتْ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ > فِي الصِّفَاتِ وَيَتَأَوَّلُوْنَهَا بَآرَائِهِمْ الْمَنْكُوْسَةِ عَلىَ مُوَافَقَةِ مَا اعْتَقَدُوْا مِنَ الضَّلاَلَةِ، وَيَنْسِبُوْنَ رُوَاتَهَا إِلَى التَّشْبِيْهِ. فَمَنْ نَسَبَ الْوَاصِفِيْنَ رَبَّهُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى -بِمَا وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ وَعَلَى لِسَانِ نَبْيِّهِ مِنْ غَْيِر تَمْثِيْلٍ وَلاَ تَشْبِيْهٍ- إِلَى التَّشْبِيْهِ فَهُوَ مُعَطِّلٌ نَافٍ، ويُستَدَلُّ عَلَيْهِمْ بِنِسْبَتِهِمْ إِيَّاهُمْ إِلَى التَّشْبِيْهِ أَنَّهُمْ مُعَطِّلَةٌ نَافِيَةٌ، كَذلِكَ كَانَ أَهْلُ الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ، مِنْهُمْ عَبْدُ اللهِ بْنُ الْمُبَارَكِ وَوَكِيْعُ بْنُ الْجَرَّاحِ
"Mu'atthilah para penolak sifat yang
mengingkari sifat-sifat Allah azza wa jalla, yang Allah telah mensifati diriNya
di Al-Qur'an dan melalui lisan NabiNya, dan mereka (mu'attilah) mendustakan
hadits-hadits yang shahih yang datang dari Rasulullah tentang sifat-sifat, lalu
mereka mentakwilnya dengan pemikiran mereka yang terbalik agar sesuai dengan
keyakinan mereka yang sesat, lalu mereka menisbahkan para perawi hadits-hadits
tersebut kepada tasybiih. Maka barangsiapa yang menisbahkan orang-orang yang
mensifati Rob mereka tabaroka wa ta'aala dengan sifat-sifat -yang Allah
mensifati dirinya di al-Qur'an dan melalui lisan Nabi Nya tanpa tamtsiil dan
tasybiih- kepada tasybiih maka ia adalah seorang mu'attil yang menafikan sifat.
Dan mereka (para mu'atthil) diketahui dengan sikap mereka yang menisbahkan para
penetap sifat-sifat Allah kepada tasybiih. Demikianlah yang para ulama katakan,
diantaranya Abdullah bin al-Mubaarok (*wafat 181 H) dan Wakii' bin Al-Jarooh
(*wafat 197 H)" (Al-Hujjah fi bayaan Al-Mahajjah 1/187 dan 1/196-197)
Ishaaq bin Rohuuyah (wafat 238 H) berkata :
عَلاَمَةُ جَهْم وَأَصْحَابِهِ دَعْوَاهُمْ عَلَى أَهْلِ الْجَمَاعَةِ وَمَا أُوْلِعُوا بِهِ مِنَ الْكَذِبِ أَنَّهُمْ مُشَبِّهَةٌ، بَلْ هُمُ الْمُعَطِّلَةُ
"Tanda Jahm (bin Shofwan) dan para
sahabatnya –yang gemar berdusta- adalah mereka menuduh Ahlu Sunnah wal Jamaa'ah
bahwasanya mereka adalah musyabbihah. Bahkan justru merekaitulah (Jahm dan
pengikutnya) mu'atthilah" (Syarh Ushuul I'tiqood Ahli as-Sunnah wa
al-Jamaa'ah 2/588)
Abu Bakar Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi
As-Syafii (wafat 219) berkata
وَمَا نَطَقَ بِهِ الْقُرْآنُ وَالْحَدِيْثُ مِثْلُ ((وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ)) وَمِثْلُ ((وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ)) وَمَا أَشْبَهَ هَذَا مِنَ الْقُرْآنِ وَالْحَدِيْثِ لاَ نَزْيِدُ فِيْهِ وَلاَ نفسِّره وَنَقِفُ عَلَى مَا وَقَفَ عَلَيْهِ الْقُرآنُ وَالسُّنَّةُ وَنَقُوْل ((الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى)) وَمَنْ زَعَمَ غَيْرَ هَذَا فَهُوَ مُعَطِّلٌ جَهْمِيٌّ
"Dan apa yang diucapkan oleh Al-Qur'an dan
hadits seperti,
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ
"Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan
Allah terbelenggu", Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu" (QS
Al-Maaidah : 64), dan seperti :
وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
"Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya"
(QS Az-Zumar : 67)
Dan yang semisal ayat-ayat ini dalam Al-Qur'an
dan hadits, maka kami tidak menambah-nambahnya dan kami tidak menafsirkannya
(*dengan takwil-takwil), dan kami berhenti sesuai diamana berhentinya Al-Qur'an
dan Al-Hadits dan kami berkata,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
"(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang ada
di atas 'Arsy" (QS Thoohaa : 5)
Dan barang siapa yang menyangka selain dari ini
maka ia adalah mu'atthil jahmiah" (Dzamm at-Takwiil 1/24)
Inilah kaum yang telah jauh-jauh diperingatkan
oleh para imam kaum muslimin akan bahaya mereka. Ternyata idahram salah satu
dari kaum tersebut !!!
Bersambung...
Diterbitkan
pada 15 October 2012
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com
Disalin pada 22 Juni 2013
Untuk lebih lengkapnya (teks arabnya), bisa klik
sumbernya langsung, ada komentar dan diskusi juga di sana.