Abu salafy
berkata :
((Coba
perhatikan alat ukur yang diandalkan ustadz Firanda dalam tuduhannya bahwa kami
ini jangan-jangan adalah Syi’ah!
Pertama, kami
mengutuk Mu’awiyah –‘alaih mâ yastahiq/semoga atasnya apa yang pantas baginya-.
Kami
memaklumi jika ustadz Wahhhâbi kita yang satu ini keberatan apabila tuannya
dibongkar kejahatan, kefasikan dan kemunafikannya. Sebab sepertinya kecintaan
beliau dan juga kaum Wahhâbyyûn lainnya kepada Mu’awiyah terlalu dalam dan
telah menyatu dengan qalbunya, seperti menyatunya kecintaan bani Israil kepada
‘ijl/patung anak sapi buatan Samiri! (maaf tanpa harus menyerupakan dengan bani
Israil dalam segala sisinya, sebab ustdaz pasti mengerti bahwa dalam kaidah
ilmu Balaghah/sastra Arab, wajhu syabah antara musyabbah dan musyabbah bihi/
titik temu keserupaan antara yang diserupakan dengan yang diserupai itu tidak
mesti harus dalam segala sisinya!) Allah
SWT berfirman:
وَأُشْرِبُوْا فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ
“Dan karena
kekafiran mereka, (kecintaan menyembah) anak sapi telah meresap di dalam hati
mereka.” (QS. Al Baqarah;93)
Dan Allah SWT
juga telah menetapkan sebuah kaidah baku dalam Al Qur’an bahwa:
الْمُنافِقُونَ وَ الْمُنافِقاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ.
“Orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah
sama… .”(QS at Taubah;67)
Karenanya,
Allah SWT melarang kita menjadikan kaum kafir dan munafik sebagai kekasih kita.
Allah SWT berfirman dalam awal surah al Mumtahanah:
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَ عَدُوَّكُمْ أَوْلِياءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَ قَدْ كَفَرُوا بِما جاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَ إِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهاداً في سَبيلي وَ ابْتِغاءَ مَرْضاتي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَ أَنَا أَعْلَمُ بِما أَخْفَيْتُمْ وَ ما أَعْلَنْتُمْ وَ مَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَواءَ السَّبيلِ.
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi
teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita- berita Muhammad),
karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada
kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu
karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk
berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat
demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada
mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu
sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang
melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”
Dan apalagi
membela dan berusaha mengajak orang lain untuk membelanya. Allah SWT berfirman:
وَ لا تُجادِلْ عَنِ الَّذينَ يَخْتانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كانَ خَوَّاناً أَثيماً.
“Dan
janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi
bergelimang dosa.”
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَ لا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَ هُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ ما لا يَرْضى مِنَ الْقَوْلِ وَ كانَ اللَّهُ بِما يَعْمَلُونَ مُحيطاً.
“mereka
bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal
Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan
rahasia yang Allah tidak ridai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya)
terhadap apa yang mereka kerjakan.”
ها أَنْتُمْ هؤُلاءِ جادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا فَمَنْ يُجادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكيلاً.
“Beginilah
kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka
dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk
(membela) mereka pada hari kiamat. Atau siapakah yang jadi pelindung mereka
(terhadap siksa Allah).” (QS an Nisâ’;107-109)
Lagi pula,
kelak di hari kiamat, mereka yang saling membela di dunia atas dasar kebatilan
seperti ini jusretu akan bermusuhan dan saling mengutuk!
Perhatikan
Allah SWT berfirman:
وَ قالَ إِنَّمَا اتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثاناً مَوَدَّةَ بَيْنِكُمْ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا ثُمَّ يَوْمَ الْقِيامَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ وَ يَلْعَنُ بَعْضُكُمْ بَعْضاً وَ مَأْواكُمُ النَّارُ وَ ما لَكُمْ مِنْ ناصِرينَ.
“Dan berkata
Ibrahim:” Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah
untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia
ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain)
dan sebahagian kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu
ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolong pun.”)) Demikian
perkataan Al-Ustadz Abu Salafy.
Dalam nukilan
diatas ada nampak bahwa menurut ustadz Abu Salafy Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu
adalah seorang munafiq yang kafir. Ayat-ayat yang disampaikan oleh Abu Salafy
untuk melarang membela Mu'aawiyah adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan
orang-orang kafir.
Seperti
firman Allah “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan
sebagian yang lain adalah sama… .” (QS at Taubah;67). Dan ayat ini berkaitan
tentang orang-orang munafiq yang kafir.
Demikian juga
firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku
dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka
(berita- berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya
mereka telah kafir kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul
dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu
benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku
(janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia
(berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih
mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang
siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat
dari jalan yang lurus" (QS Al-Mumtahanah ayat 1)
Perkataan
para ulama Ahlus Sunnah tentang orang yang mencela Mu'aawiyah
Abu At-Taubah
Ar-Robii' bin Naafi' Al-Halabi (wafat tahun 241 H) berkata :
"Mu'aawiyab bin Abi Sufyaan adalah sitar
(penutup-pen) para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka jika
seseorang berani menyingkap sitar tersebut maka akan berani mencela yang di
balik sitar (mencela para sahabat yang lain-pen)" (Diriwayatkan oleh
Al-Khothiib dengan sanadnya dalam Taariikh Baghdaad 1/577, atau cetakan lama
1/209 dan juga diriwayatkan oleh Ibnu 'Asaakir dengan sanadnya dalam Taariikh
Dimasq 59/209)
Perkataan ini
senada dengan apa yang diucapkan oleh Ibnul Mubaarok (wafat tahun 181 H) :
"Mu'aawiyah
di sisi kami adalah ujian, barang siapa yang kami melihatnya mencela Mu'aawiyah
maka kami akan menuduhnya mencela kaum tersebut, maksudku yaitu mencela para
sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam" (Taariikh Dimasyq 59/209)
Ibnu 'Asaakir
juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Al-Fadhl bin Ziyaad, ia berkata :
"Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad)
ditanya tentang seseorang yang merendahkan Mu'aawiyah dan 'Amr bin Al-'Aash,
maka dikatakan bahwasanya ia adalah seorang rofidhoh (syi'ah)?. Imam Ahmad
berkata : "Orang ini tidak berani mencela keduanya kecuali ia memiliki
sesuatu yang buruk (yang ia sembunyikan di hatinya-pen), tidaklah seorangpun
yang membenci salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
kecuali ia memiliki sesuatu yang buruk masuk (di hatinya)" (Taariikh
Dimasyq 59/210)
Imam Ahmad
juga berkata :
"Wahai
Abul Hasan jika engkau melihat seseorang menjelek-jelekan salah seorang sahabat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka curigailah keislamannya" (Manaaqib
Al-Imaam Ahmad, Ibnul jauzi hal 216)
Imam Ahmad
juga berkata :
"Barangsiapa
yang merendahkan seorangpun dari para sahabat Rasulullah atau membencinya karena kesalahan yang pernah
dilakukannya atau menyebutkan keburukannya maka ia adalah mubtadi' hingga ia
mendoakan rahmat bagi seluruh sahabat, dan hatinya selamat terhadap
mereka" (Manaaqib Al-Imaam Ahmad, Ibnul jauzi hal 217)
Abu Ali
Al-Hasan bin Abi Hilaal berkata :
"Abu
Abdirrahman An-Nasaai ditanya tentang Mu'aawiyah bin Abi Sufyan sahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia berkata : Sesungguhnya Islam itu seperti
sebuah rumah yang memiliki pintu, maka pintu Islam adalah para sahabat. Barang
siapa yang mengganggu para sahabat sesungguhnya maksudnya adalah mengganggu
Islam, sebagaimana seseorang yang melobangi pintu, tujuannya adalah untuk
memasuki rumah". Ia berkata, "Maka barang siapa yang ingin
(mengganggu) Mu'aawiyah maka sesungguhnya ia ingin (mengganggu) para
sahabat" (Tahdziibul Kamaal, Al-Mizzi 1/339-340)
Keutamaan
Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu
Banyak
hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan Mu'aawiyah. Hadits-hadits
tersebut telah dibawakan oleh para ulama. Diantara mereka adalah:
1. Al-Imam Al-Aajurry dalam kitabnya
"As-Syarii'ah" (5/1524), ia berkata ; "Kitaab Fadhooil
Mu'aawiyah bin Abi Sufyaan radhiallahu 'anhumaa", lalu ia menyebutkan
banyak hadits serta manaqib keutamaan-keutamaan Mu'aawiyah (As-Syarii'ah
5/2431-2478).
2. Al-Imam Ad-Dzahabi, beliau menyebutkan
hadits-hadits tentang keutamaan Mu'aawiyah (Lihat Siyar A'laam An-Nubalaa
3/123-127)
3. Al-Haafizh Ibnu Katsiir dalam Al-Bidaayah
wa An-Nihaayah 11/400-409 menyebutkan hadits-hadits tentang keutamaan Mu'aawiyah
4. Ibnu 'Assakir di Taariikh Dimasyq 59/79juga
telah menyebutkan hadits-hadits tentang keutamaan Mu'aawiyah
Akan tetapi
pada kesempatan ini saya hanya menyebutkan sebagian keutamaan-keutamaan beliau:
Pertama :
Beliau adalah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ قَالَ أَوْتَرَ مُعَاوِيَةُ بَعْدَ الْعِشَاءِ بِرَكْعَةٍ وَعِنْدَهُ مَوْلًى لِابْنِ عَبَّاسٍ فَأَتَى ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّهُ قَدْ صَحِبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Dari
Ibnu Abi Mulaikah ia berkata : Setelah sholat Isyaa Mu'aawiyah melakukan sholat
witir satu raka'at dan di sisinya ada budaknya Ibnu Abbas, lalu budak inipun
mendatangi Ibnu Abbaas, maka Ibnu Abbas berkata : "Biarkanlah Mu'aawiyah
sesungguhnya ia telah bersahabat dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam" (Atsar diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dalam shahihnya no 3764)
Dan jika
telah jelas Mu'aawiyah adalah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka
tentunya seluruh dalil-dalil yang menyebutkan keutamaan para sahabat juga
diterapkan kepada Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu.
Kedua :
Beliau adalah sekretaris Nabi dalam menulis wahyu
Ibnu Abbaas
berkata:
كُنْتُ غُلامًا أَسْعَى مَعَ الْغِلْمَانِ، فَالْتَفَتُّ، فَإِذَا أَنَا بِنَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، خَلْفِي مُقْبِلًا، فَقُلْتُ: مَا جَاءَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلا إِلَيَّ، قَالَ: فَسَعَيْتُ حَتَّى أَخْتَبِئَ وَرَاءَ بَابِ دَارٍ، قَالَ: فَلَمْ أَشْعُرْ حَتَّى تَنَاوَلَنِي، فَأَخَذَ بِقَفَايَ، فَحَطَأَنِي حَطْأَةً، فَقَالَ: " اذْهَبْ فَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ " قَالَ: وَكَانَ كَاتِبَهُ، فَسَعَيْتُ فَأَتَيْتُ مُعَاوِيَةَ، فَقُلْتُ: أَجِبْ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنَّهُ عَلَى حَاجَةٍ
"Aku
dulu masih kecil dan aku bermain dengan anak-anak yang lain, maka aku menoleh
tiba-tiba Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada di belakangku berjalan, maka
aku berkata : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali ke arahku. Maka akupun
berusaha bersembunyi di belakang pintu sebuah rumah, namun tidak aku sadari
tiba-tiba Nabi memegang pundakku dan menepuk pundakku seraya berkata ;
"Pergilah dan panggil Mu'aawiyah", dan Mu'aawiyah adalah penulis Nabi. Maka akupun pergi ke Mu'aawiyah dan aku
berkata : "Penuhi penggilan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena
sesungguhnya ia ada keperluan" (HR Ahmad 5/217 no 3104)
Kedudukan
Mu'aawiyah sebagai penulis wahyu merupakan kedudukan yang sangat mulia, karena
hal ini menunjukan bahwasanya Mu'aawiyah dipercaya oleh Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam pada perkara yang sangat prinsip yaitu wahyu yang turun dari
Allah subhaanahu wa ta'aala.
Perhatikan
atsar berlikut ini :
Robaah bin
Al-Jarrooh Al-Maushili berkata : "Aku mendengar seseorang bertanya kepada
Al-Mu'aafaaa bin 'Imroon, maka ia berkata : Wahai Abu Mas'uud (kunyah nya
Al-Mu'aafa-pen), dimana Umar bin Abdil Aziz jika dibandingkan dengan Mu'aawiyah
bin Abi Sufyaan?. Maka Al-Mu'aafa pun sangat marah dan berkata : Tidak boleh
para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallah dibandingkan dengan
seorangpun, Mu'aawiyah adalah sahabat Nabi dan kerabat Nabi (melalaui
pernikahan-pen) dan penulis dan kepercayaan Nabi dalam menulis wahyu
Allah" (Diriwayatkan oleh Al-Khothiib Al-Baghdaadi dengan sanadnya di
Taariikh Bagdaad 1/577)
Ketiga :
Mu'aawiyah adalah seorang yang faqiih
Ibnu Abi
Mulaikah juga berkata :
قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ هَلْ لَكَ فِي أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ مُعَاوِيَةَ فَإِنَّهُ مَا أَوْتَرَ إِلَّا بِوَاحِدَةٍ قَالَ أَصَابَ إِنَّهُ فَقِيهٌ
Dikatakan
kepada Ibnu Abbaas : Apakah engkau tidak menasehati Amiirul Mukminin
Mu'aawiyah, sesungguhnya ia tidak sholat witir kecuali hanya satu
raka'at". Ibnu Abbaas berkata : "Ia benar (tidak salah-pen),
sesungguhnya ia seorang yang faqiih" (Atsar diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dalam shahihnya no 3765)
Lihatlah para
pembaca yang budiman, siapakah yang telah memuji Mu'aawiyah?? Ibnu Abbaas..!!!
sepupu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Ahllil Bait. Dialah yang
sezaman dengan Mu'aawiyah dan lebih paham tentang Mu'aawiyah.
Diantara
bukti bahwasanya Ahlul bait mengakui keutamaan Mu'aawiyah yaitu mereka
meriwayatkan hadits-hadits Nabi shallalahu 'alahi wa sallam dari Mu'awiyah. Ada
beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Mu'aawiyah. Demikian
juga Muhammad bin Al-Hanafiyah (putra Ali bin Abi Thoolib) telah meriwayatkan
hadits Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam dari Mu'aawiyah (silahkan lihat Musnad
Al-Imam Ahmad 28/96 no 16883 dan 28/110 no 16905). Dan juga telah lalu
bahwasanya Ibnu Abbaas juga telah meriwayatkan hadits dari Abu Sufyan (ayah
dari Mu'aawiyah).
Keempat :
Mu'aawiyah seorang mujahid
Sesungguhnya Mu'aawiyah telah berjihad bersama
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam perang Hunain dan perang Thoif.
Dan setelah
wafatnya Nabi shallahu 'alaihi wa sallam beliau tetap berjihad. Mu'aawiyah
telah meminta kepada Utsmaan bin 'Affaan agar mengizinkanya untuk berperang di
laut di arah Qubrus, maka Allahpun memberikan kemenangan bagi. Karena Umar
dahlu melarang perang di laut hingga tatkala zaman pemerintahan Utsmaan maka
Mu'aawiyah terus meminta izin kepada Utsman untuk berperang di laut,
akhirnyapun diizinkan oleh Utsman (lihat penjelasan Ibnu Hajr dalam Fathul
Baari 6/88). Inilah peperangan yang pernah dikatakan oleh Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam :
أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا
"Pasukan
perang dari umatku yang pertama berperang di atas laut maka wajib bagi mereka
surga" (HR Al-Bukhari no 2924, lihat penjelasan Ibnu Hajr dalam Fathul
Baari 6/103)
Para ulama
sepakat bahwa perang tersebut adalah perang yang dipimpin oleh Mu'aawiyah bin
Abi Sufyan radhiallahu 'anhumaa. Al-Muhallab berkata : "Hadits ini
menunjukan keutamaan Mu'aawiyah" (Dinukil oleh Ibnu Hajr dalam Fathul
Baari 6/103)
Dan di masa
pemerintahan Mu'aawiyah beliau banyak mengirim pasukan perang untuk memperluas
pemerintahan kaum muslimin.
Kelima :
Rasulullah mendoakan Mu'aawiyah
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata kepada Mu'aawiyah
اللّهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا، وَاهْدِ بِهِ
"Yaa
Allah jadikanlah ia (Mu'aawiyah) pemberi petnunjuk yang mendapat petunjuk, dan
berilah petunjuk (kepada manusia) dengan sebabnya" (Al-Bukhaari di
At-Taariikh Al-Kabiir 5/240 dengan sanad yang shahih, Ahmad dalam musnadnya
29/426 no 17895, dan At-Thirmidzi no 3842)
Nabi juga
pernah berdoa :
اللهُمَّ عَلِّمْ مُعَاوِيَةَ الْحِسَابَ وَقِهِ الْعَذَابَ
"Yaa
Allahu ajarkanlah kepada Mu'aawiyah ilmu perhitungan dan hindarkanlah ia dari
'adzab" (HR Al-Bukhari dalam At-Taariikh Al-Kabiir 7/327, At-Thobrooni di
Musnad Asy-Syaamiyiin 1/190 dengan sanad yang shahih. Dan hadits ini memiliki
syawahid diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya 28/382
no 17152, Ibnu Hibbaan dalam shahihnya 16/192 no 7210, Ibnu Khuzaimah dalam
shahihnya no 1938, At-Thobrooni dalam Al-Mu'ajam Al-Kabiir no 628 , dan lihat
penjelasan Al-Bani dalam As-shahihah no 3227)
Demikianlah
para pembaca yang budiman, apa yang saya sebutkan hanyalah sebagian keutamaan
Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu.
Akan tetapi
tentunya Ahlus Sunnah wal jama'ah meyakini bahwasanya tidak ada yang ma'suum
(terjaga dari kesalahan) kecuali Rasulullah. Dan para ulama telah menjelaskan
bahwa apa yang terjadi antara Ali bin Abi Tholib dan Mu'aawiyah merupakan
fitnah yang terjadi diantara mereka. Para ulama juga telah menjelaskan
bahwasanya kebenaran berpihak kepada Ali bin Abi Tholib, adapun Mu'aawiyah
dalam hal ini telah berijtihad dan salah, sehingga kita katakan :
- Jika Mu'aawiyah telah berijtihad maka
ia mendapatkan satu pahala yaitu pahala ijtihad
- Dan jika kesalahannya bukan karena
ijtihad maka Allah telah mengampuninya karena kebaikannya yang banyak dan
karena sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menjelaskan bahwa Mu'aawiyah
adalah pasukan yang pertama berperang di atas laut telah wajib baginya surga.
Akan tetapi telah jelas bahwasanya Mu'aawiyah telah melakukan kesalahan yang
dibangun di atas ijtihad dan bukan karena hawa nafsu.
Ibnu Hazm
rahimahullah telah menjelaskan dengan panjang lebar bahwa kesalahan Mu'aawiyah
pada hakikatnya sama seperti kesalahan para ulama yang lain dari berbagai
madzhab yang telah berijtihad namun salah. Jika kita menyatakan mereka
mendapatkan pahala dan kita memberi udzur kepada mereka amaka demikian pula
hendaknya kita menyatakan demikian kepada Mu'aawiyah.
Ibnu Hazm
berkata :
"Merupakan
kebodohan yang nyata jika ada yang menyangka bahwa Ali melakukan kontradiksi
dalam hukum-hukum yang ditetapkannya dan hanya mengikuti hawa nafsunya dan
kebodohan dalam agamanya. Ali membiarkan
Sa'ad bin Abi Waqqoos, Abdullah bin Umar, Usaamah bin Zaid, Zaid bin Tsaabit,
Hassan bin Tsaabit, Roofi' bin Khudaij, Muhammad bin Maslamah, Ka'ab bin Malik
dan para sahabat yang lainnya yang belum membai'atnya dan Ali tidak memaksa
mereka untuk membai'atnya padahal mereka tinggal bersama Ali di Madinah, demikian
juga Khowarij yang mereka berteriak di pojok-pojok mesjid dengan suara yang
keras di hadapan Ali –yang tatkala itu sedang di atas mimbar di mesjid di
Kuufah- : "Tidak ada hukum kecuali hukum Allah, tidak ada hukum kecuali
hukum Allah". Maka Ali berkata kepada mereka : "Kalian memiliki tiga
hak yang wajib kami tunaikan, kami tidak melarang kalian ke mesjid, kami tidak
mencegah pembagian harta fai' milik kalian, dan kami tidak akan memulai
peperangan melawan kalian". Maka Ali tidak memulai peperangan melawan
mereka hingga mereka membunuh Abdullah bin Khobab, kemudian juga Ali tidaklah
memerangi mereka hingga meminta kepada mereka agar menyerahkan kepada Ali para
pembunuh Abdullah bin Khobab. Tatkala mereka berkata :"Kami semua yang
telah membunuh Abdullah bin Khobab", maka tatkala itu Alipun memerangi
mereka.
Kemudian
setelah semua ini ada yang menyangka bahwa Ali memerangi para pelaku perang
Jamal karena mereka tidak mau membai'at Ali?, ini merupakan kedustaan yang
nampak, kegilaan, dan murni kebohongan yang tidak diragukan lagi.
"Adapun
Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu perkaranya berbeda, Ali radhiallahu 'anhu tidaklah
memeranginya karena Mu'awiyah tidak mau membai'at. Karena hal ini (tidak
berbaiat secara lagnsung-pen) perkara yang lapang bagi Mu'aawiyah sebagaimana
lapang bagi Ibnu Umar dan para sahabat yang lainnya. Akan tetapi Ali
memeranginya karena Mu'aawiyah tidak mau melaksanakan perintahnya di seluruh
negeri Syaam, padahal Ali adalah Imam (penguasa kaum muslimin) yang wajib untuk
ditaati, dan Ali di atas kebenaran dalam hal ini. Mu'aawiyah sama sekali tidak
mengingkari keutamaan Ali dan hak Ali untuk memegang khilafah, akan tetapi
ijtihad beliau mengantarnya memandang bahwa mendahulukan menuntut balas dari
para pembunuh Utsman radhiallahu 'anhu dari pada membai'at Ali. Dan Ia
memandang bahwa dirinyalah yang paling berhak untuk menuntut balas darah
Utsman….
"Mu'aawiyah
hanyalah salah karena mendahulukan hal ini (menuntut darah Utsman) daripada
membaiat Ali, maka baginya pahala ijtihad dan tidak dosa baginya. Adapun
terhalangnya ia dari kebenaran maka sebagaimana orang-orang yang lain yang
bersalah dalam ijtihad mereka, yaitu orang-orang yang dikabarkan oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa mereka mendapatkan satu pahala,
dan bagi orang yang ijtihadnya benar mendapatkan dua pahala. Dan tidak ada yang
lebih aneh dan mengherankan dari orang-oang yang membolehkan ijtihad pada
permasalahan darah (kaum muslimin), kemaluan, nasab, harta, dan syari'at agama
Allah dalam penghalalan, pengharaman, dan pewajiban, lalu mereka memberi udzur
kepada orang-orang yang salah dalam ijtihad tersebut, dan ijtihad tersebut
boleh-boleh saja bagi Al-Laits, Abu Hanifah, At-Tsauri, Malik, Asy-Syafii,
Ahmad (bin hanbal), Daud (Adz-Dzohiri), Ishaaq (bin Rohuuyah), abu Tsaur dan
yang laiinya seperti Zufar, Abu yuusuf, Muhammad bin Al-Hasan, Al-Hasan bin
Ziyaad, Ibnul Qoosim, Asyhub, Ibnul Maajisyuun, Al-Muzaniy, dan yang lainnya,
dimana salah seorang dari mereka membolehkan (ditumpahkannya) darah seseorang
dan yang lainnya mengharamkannya, seperti (hukum permasalahan) orang yang
membangkang dan berperang akan tetapi tidak membunuh?, orang yang melakukan
homo seksual, dan permasalahan yang lainnya banyak.
Salah seorang
dari mereka menghalalkan kemaluan seorang wanita dan yang lainnya
mengharamkannya, seperti permasalahan wanita gadis yang sudah balig dan berakal
yang dinikahkan oleh ayahnya tanpa idzin dan ridho wanita tersebut, dan masalah
yang lainnya banyak. Demikian juga dalam permasalahn syari'at harta dan nasab.
"Dan
demikianpula sikap kaum mu'tazilah terhadap pembesar-pembesar mereka seperti
Washil (bin 'Athoo') dan pembesar-pembesar mereka yang lainnya dan juga para
ahli fiqih mereka. Demikian juga sikap Khowarij terhadap para ahli fiqh mereka
dan para mufti mereka. Lantas kenapa mereka mempersempit hal ini (memberi udzur
bagi yang salah berijtihad) kepada orang yang merupakan sahabat Nabi dan
memiliki keutamaan, ilmu, kelebih dahuluan (dalam islam, jihad, dll-pen), dan
ijtihad seperti Mu'aawiyah dan 'Amr (bin Al-'Aash) dan para sahabat yang lain
yang menyertai mereka??. Dan ijtihad mereka hanyalah dalam permsalahan darah
sebagaimana permsalahan yang para mufti juga berijtihad di situ?. Diantara para
mufti ada yang berpendapat dibunuhnya seorang penyihir, dan diantara mereka ada
yang tidak berpendapat demikian. Diantara mereka ada yang berpendapat orang
yang merdeka juga dibunuh karena ia membunuh seorang budak, dan diantara mereka
ada yang tidak berpendapat demikian. Diantara mereka ada yang berpendapat
dibunuhnya seorang mukmin karena membunuh seorang kafir (dzimmi misalnya-pen),
dan diantara mereka ada yang tidak berpendapat demikian.
Maka apa
bedanya antara ijtihad-ijtihad ini dengan ijtihadnya Mu'aawiyah, 'Amr bin
Al-'Aash dan yang lainnya??, kalau bukan karena kebodohan dan kebutaan serta
kerancuanlah (yang menyebabkan persangkaan bahwasanya ada perbedaan-pen).
"Dan
kita telah mengetahui bahwasanya barangsiapa yang wajib untuk melakukan suatu
kewajiban (yang diperintahkan oleh Imam-pen) lalu ia enggan untuk menunaikannya
dan berperang karena keengganannya maka wajib bagi Imam untuk memeranginya,
meskipun orang tersebut melakukannya karena takwiil (ijtihad-pen), dan hal ini
tidaklah mengurangi 'adaalah dan keutamaan orang tersebut. Dan hal ini juga
tidak menjadikan ia sebagai orang fasiq, bahkan ia mendapat pahala karena
ijtihadnya dan niatnya untuk menuntut kebaikan.
Dengan
demikian maka kita pastikan bahwasanya Ali lah yang benar dan kepemimpinannya
sah, dan dialah yang di atas kebenaran, dan baginya dua pahala, pahala ijtihad
dan pahala benar. Dan kita juga pastikan bahwasa Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu
dan orang-orang yang bersamanya adalah keliru dan mereka mendapatkan satu
pahala.
Dan ada
hadits yang mulia yang shahih dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bawhasanya beliau mengabarkan tentang
kaum yang keluar (khawarij) dimana kaum tersebut keluar diantara dua kelompok
dari umatnya yang kaum khawarij tersebut akan dibunuh oleh salah satu dari dua
kelompok umatnya shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih dekat kepada
kebenaran.
Maka
keluarlah kelompok tersebut –dan mereka adalah khawarij- diantara para pengikut
Ali dan para pengikut Mu'aawiyah, maka Ali dan para pengikutnyapun membunuh
kaum khawarij tersebut, maka benarlah jika mereka (Ali dan para pengikutnya)
adalah kelompok yang lebih dekat kepada kebenaran dari dua kelompok umatnya
shallallahu 'alaihi wa sallam"
"Demikian
pula dalam hadits yang shahih dari Rasulullah shallaallahu 'alaihi wa sallam :
"Akan
membunuh 'Ammaar kelompok yang melanggar"
Dan seorang
yang mujtahid yang keliru jika berperang diatas pendapatnya bahwasanya ia
diatas kebenaran dengan niat karena Allah namun ia tidak sadar bahwasanya ia
salah maka ia adalah kelompok yang melanggar, meskipun ia mendapatkan pahala.
Dan ia tidak terkena hukum had jika ia meninggalkan peperangan dan tidak
terkena diyyah.
Adapun jika
ia berperang di atas hawa nafsu yang ia sadari
bahwasanya ia bersalah maka ini adalah pemberontak yang terkena hukum had
pra pemberontak dan diyyah. Dan orang seperti ini adalah orang fasiq dan
pemberontak bukan seorang mujtahid yang keliru.
Penjelasannya
adalah firman Allah :
((Dan kalau
ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan
antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang Berlaku adil.
Orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.)) (QS Al-Hujuroot : 9-10)"
"Inilah
penjelasan kami tanpa dipaksa-paksakan dengan takwil dan tidak keluar dari
penunjukan dzhohir ayat tersebut. Allah telah menamakan mereka dengan
"Kaum Mukminin yang melanggar" -sebagian mereka merupakan saudara
bagi yang lainnya (meskipun) tatkala mereka sedang berperang- dan "Kaum
yang ada di atas keadilan" yang dilanggar haknya dan diperintahkan oleh
Allah untuk mendamaikan diantara mereka. Allah tidak mensifati mereka dengan
kefasikan karena peperangan tersebut dan juga Allah tidak mensifati mereka
dengan kurangnya iman, akan tetapi mereka hanyalah bersalah dan melanggal, dan
tidak seorangpun dari mereka yang ingin membunuh yang lainnya.
'Amaar
radhiallahu 'anhu dibunuh oleh Abul 'Aadiyah Yasaar bin Sabu' As-Sulami, yang
telah ikut bai'at Ridlwaan, maka ia termasuk orang-orang yang dipersaksikan
Allah bahwasanya Allah mengetahui ketulusan hatinya dan Allah menurunkan
ketenangan pada hatinya serta ridho kepadanya (lihat QS Al-Fath : 18-pen). Maka
Abul 'Aadiyah radhiallahu 'anhu mujtahid yang keliru dan telah melakukan
pelanggaran (kedzoliman) terhadap 'Ammar dan ia mendapatkan satu pahala. Dan
dia tidaklah seperti para pembunuh 'Utsman radhiallahu 'anhu karena tidak ada
tempat bagi mereka untuk berijtihad untuk membunuh Utsman, karena 'Utsman sama
sekali tidak membunuh seorangpun dan tidak memerangi seorangpun, juga tidak
membela sesuatupun. Juga tidak berzina dan tidak murtad yang sehingga
membolehkan para pembunuhnya untuk berijithad dalam membunuhnya. Akan tetapi
mereka adalah oang-orang fasik, para pemberontak, menumpahkan darah yang haram
untuk ditumpahkan dengan sengaja tanpa ada takwil (ijtihad) tapi dengan dengan
kedzoliman dan permusuhan, maka mereka adalah orang-orang fasiq yang
terlaknat" (Al-Fishol fi al-milal
wa al-Ahwaa wa an-Nihal 4/240-2412).
Demikianlah penjelasan panjang lebar dari Ibnu hazm rahimahullah.
Para pembaca yang budiman.. bukankah setelah
wafatnya Ali lalu tampuk kepemimpinan berpindah kepada putra beliau Al-Hasan
bin Ali radhiallahu 'anhumaa. Lantas apakah yang dilakukan oleh Al-Hasan…??,
ternyata setelah itu Al-Hasan mengalah dan menyerahkan kepemimpinannya kepada
Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu.
Nabi memuji
perbuatan Al-Hasan ini dalam sabdanya kepada Al-Hasan:
إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
"Sesungguhnya
anakku ini (yaitu cucuku ini-pen) merupakan pemimpin dan semoga Allah dengan
sebabbnya akan mendamaikan antara dua kelompok besar dari kaum muslimin"
(HR Al-Bukhari no 2704)
Oleh
karenanya Imam Al-Bukahri membahwakan hadits ini pada manaqib (kmuliaan)
Al-Hasan dan Al-Husain.
Hadits ini
menunjukan :
1. Pujian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
terhadap sikap Al-Hasan yang mendamaikan dua kalompok yang saling bertikai
(kelompok Mu'awiyah dan kelompok ayahnya Ali bin Abi Tholib) dengan mengalah
dan menyerahkan tanmpuk kepemimpinan kepada Mu'aawiyah
2. Dua kelompok yang saling bertikai
tersebut semuanya termasuk kaum muslimin
3. Orang yang menyatakan Mu'awiyah adalah
munafik dan kafir maka secara langsung telah mencela Al-Hasan yang telah
menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada seorang yang kafir. Dan inilah perkara
yang tidak penah bisa di jawab oleh orang-orang syiah. Dimana mereka meyakini
bahwa Al-Hasan ma'suum (tidak mungkin bersalah) namun anehnya Al-Hasan
menyerahkan khilafah kepada Mu'awiyah yang kafir di mata orang-orang syi'ah !!!!
Setelah ini
semua… maka saya katakan kepada Abu salafy :
Pertama :
Apakah ada ulama islam yang mengkafirkan Mu'aawiyah???
Kedua : Anda
begit getol menuduh Muhammad bin Abdul Wahhab takfiri (suka mengkafirkan)
padahal anda sendiri demikian??. Yang lebih parah lagi anda mengkafirkan para
sahabat seperti Mu'awiyah dan ayahnya Abu Sufyan??. Orang yang berdoa kepada
selain Allah anda nyatakan tidak melakukan kesyirikan, sementara Mu'awiyah dan
ayahnya anda kafirkan !!!
Ketiga :
Tidakkah anda tahu wahai ustadz Abu Salafy tidak ada seorang ulamapun yang
mengkafirkan Mu'aawiyah kecuali ulama syii'ah??. Tidakkah anda tahu bahwa tidak
ada yang mengkafirkan Abu Sufyan kecuali kaum rofihdoh…??. Jika anda bukanlah
seorang syia'h –dan saya berharap demikian- maka janganlah ikut-ikutan
melariskan aqidah kaum rofidhoh.
Kota Nabi
-shallallahu 'alaihi wa sallam-, 23-03-1432 H / 26 Februari 2011 M
Abu
Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com
Diterbitkan
pada 25 February 2011
Disalin pada
23 May 2013
Untuk lebih
lengkapnya (teks arabnya), bisa klik sumbernya langsung, ada komentar dan
diskusi juga di sana.