MUQODDIMAH
Alhamdulilah, segala puji senantiasa kita
panjatkan kepada bagi Allah yang senantiasa memberikan limpahan karuniaNya,
semoga salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta seluruh sahabat beliau.
Membela harkat dan martabat sesama muslim
merupakan ibadah yang sangat mulia. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
:
مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيْهِ رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang membela kehormatan
saudaranya maka Allah akan membela wajahnya dari api neraka pada hari
kiamat" (HR At-Thirmidzi no 1931, dan dishasankan oleh At-Thirmidzi, dan
dishahihkan oleh Al-Albani)
Terlebih lagi jika yang dibela adalah harkat dan
martabat ulama yang memiliki jasa yang besar bagi kaum muslimin sekelas Syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah, seorang tokoh dan pejuang dakwah yang
bermadzhab hanbali, yang dengan jasa beliau maka berdirilah kerajaan Arab Saudi
yang aman dan tenang dan merupakan satu-satunya negara yang menerapkan hukum
dan syari'at Islam.
Pembelaan terhadap beliau –rahimahullah- bukanlah
berangkat dari meyakini akan kemaksuman beliau, karena merupakan aqidah yang
sangat mendasar bagi setiap muslim bahwasanya tidak ada yang terjaga dari
kesalahan kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. (Berbeda halnya
dengan kaum syi'ah yang meyakini bahwa imam-imam mereka adalah maksum
-sebagaimana akan datang penjelasannya-). Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah
berkata :
مَا مِنْ أَحَدٍ إِلاَّمَأْخُوْذٌ مِنْ قَوْلِهِ وَمَرْدُوْدٌ عَلَيْهِ إِلاَّ صَاحِبَ هَذَا الْقَبْرِ
"Tidak seorangpun kecuali perkataannya bisa
diterima dan bisa ditolak, kecuali penghuni kuburan ini", Imam Malik
mengisyaratkan kepada kuburan Nabi shallallahu 'alihi wa sallam.
Bahkan hal ini pulalah yang diserukan oleh Syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab. Beliau berkata, "Alhamdulillah aku tidaklah
menyeru kepada madzhab seorang sufi atau seorang faqih, atau soerang ahli
kalam/filsafat, atau madzhab seorang imam dari para imam yang aku agungkan
seperti Ibnul Qoyyim, Adz-Dzhabi, Ibnu Katsir, dan selain mereka, akan tetapi
aku menyeru kepada Allah semata, tidak ada syarikat bagiNya, dan aku menyeru
kepada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah beliau
wasiatkan kepada generasi awal umat beliau dan juga generasi akhir. Aku
berharap untuk tidak menolak kebenaran jika telah datang kepadaku. Bahkan aku
mempersaksikan Allah dan malaikat-malaikatNya serta seluruh makhluknya bahwa
jika datang dari kalian sebuah kalimat kebenaran maka sungguh aku akan
menerimanya dengan tunduk dan patuh, dan aku akan melemparkan seluruh perkataan
para imamku yang menyelisihi kebenaran tersebut kecuali Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, karena sesungguhnya beliau tidaklah mengucapkan kecuali
kebenaran" (Mu'allafaat As-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhaab, Al-Qism
al-Khoomis (Ar-Rosaail As-Syakhsiyah) hal 252)
Demikian pula yang diyakini setiap salafy
bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab bukanlah seorang yang maksum.
Akan tetapi membela harkat dan martabat
syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab
dikarenakan jasa dan perjuangan beliau yang sangat besar dalam membela agama
Islam. Seorang yang adil dalam memandang tentunya mengetahui bahwasanya syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab adalah seorang ulama yang menjunjung tinggi tauhid
dan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Jika dahulu organisasi Muhammadiah, Persis, dan
Al-Irsyad dikenal dengan organisasi dakwah anti TBC (Takhayul, Bida'ah, dan
Churofat) maka demikianlah sesungguhnya hakekat dakwah yang diserukan oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Tidak ada yang beliau serukan
kepada masyarakat kecuali untuk meninggalkan takhayyul, bid'ah, dan khurofat.
Beliau menyeru masyarakat untuk meninggalkan kesyirikan –dengan segala bentuknya-
dan agar kembali kepada sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam
peribadatan.
Tentunya kita sadar bahwasanya masih banyak
masyarakat Indonesia yang belum paham benar tentang kemurnian tauhid, karenanya
masih banyak diantara mereka yang terjerumus dalam praktek-praktek kesyirikan,
khurofat, dan takhayyul. Betapa banyak masyarakat Indonesia yang hobi dan
"demen" pergi ke dukun, hobi menggunakan jimat-jimat, hobi memberi
sesajen-sesajen…., masih percaya kepada ramalan-ramalan…masih hobi meminta
kepada ruh-ruh mayat-mayat yang sudah dikuburkan…, yang ini semua adalah
praktik-praktik yang sejak dulu diperangi oleh organiasai-organisasi wahabi
seperti Muhammadiah, Al-Irsyad, dan Persis. Dan TBC itulah yang juga hingga
saat ini diperangi oleh gerakan dakwah salafi. TBC itulah yang diperangi oleh
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah dalam dakwah beliau.
Jika kita mempelajari sejarah dakwah Syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab, maka kita dapati ternyata tersebarnya TBC di
negerinya –Najd- itulah yang membuat beliau berani "tampil beda"
mengingatkan kaumnya untuk memurnikan tauhid dan menegakkan sunnah Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kondisi Najd yang penuh TBC tersebut telah
digambarkan oleh sejarawan Ibnu Bisyr dalam kitabnya 'Unwaan al-Majd fi
Taariikh Najd", ia berkata :
"Kesyirikan tatkala itu tersebar di Najd dan
selainnya. Banyak keyakinan-keyakinan terhadap pepohonan, batu-batu,
kuburan-kuburan, serta pembangunan bangunan di atas kuburan-kuburan. Mencari
barokah dari kuburan-kuburan tersebut dan juga bernadzar untuk kuburan-kuburan
tersebut. Adanya isti'aadzah kepada para jin, dan bernadzar kepada mereka,
meletakan makanan (sesajen) untuk para jin dan diletakan di pojok-pojok rumah
untuk kesembuhan orang yang sakit di rumah dan memberi manfaat kepada mereka.
Adanya perbuatan bersumpah kepada selain Allah, serta praktik-praktik
kesyirikan lainnya baik syirik besar maupun syirik kecil.
Sebab yang menimbulkan itu semua di Najd –wallahu
A'lam- adalah bahwasanya orang-orang badui jika mereka masuk ke negeri-negeri
tatkala muslim panen maka bersama mereka beberapa lelaki dan para wanita tukang
ngobat (*yaitu orang pintar/dukun). Maka jika salah seorang dari penduduk
negeri ada yang sakit atau di sebagian tubuhnya maka keluarganya mendatangi sang
wanita tukang ngobat yang datang dari kampung badui. Maka merekapun meminta
agar menyembuhkan si sakit. Mereka bertanya kepada para dukun tersebut obat
penyakit si sakit, maka para dukun berkata kepada mereka, "Sembelihlah ini
dan itu di tempat ini dan itu, bisa jadi kambing yang berbulu sedikit atau
domba hitam. Hal ini demi untuk
memantapkan keahlian mereka (*para dukun) di hadapan mereka yang bodoh
tersebut. Kemudian para dukun berkata kepada mereka, "Janganlah kalian
menyebut nama Allah tatkala menyembelih, dan berikanlah kepada si sakit dari
sembelihan tersebut sekian, dan biarkan sekian-sekian dari sembelihan
tersebut".
Dan bisa jadi Allah menyembuhkan si sakit sebagai
fitnah/ujian dan istidroj. Dan bisa jadi proses tersebut menepati waktu kesembuhan,
hingga akhirnya banyak orang yang melakukan hal ini (pergi ke para dukun
tersebut), dan lama-kelamaan akhirnya mereka terjerumus pada perkara-perkara
yang besar disebabkan oleh hal ini. Sementara tidak ada orang yang melarang
mereka dari praktik-praktik tersebut. Maka Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab pun
tegar menegakkan amar ma'ruf nahi
mungkar. Sementara para pemimpin daerah-daerah, serta para tukang zolim
diantara mereka tidak mengenal kezoliman kecuali kepada rakyat mereka, serta
peperangan diantara mereka" (Unwaan al-Majd fi Taariikh Najd 1/33-34)
Inilah sebab tegaknya dakwah syaikh Muhammad bin
Abdil Wahhab di negerinya.
Tentu saja dakwah yang seperti diserukan oleh
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab akan mendapati tantangan permusuhan. Terutama dari
orang-orang yang ibadahnya dibangun di atas TBC. Dalam hal ini khususnya kaum
Syi'ah Rofidhoh dan kaum sufiah, yang diantara kedua kaum ini banyak memiliki
persamaan dalam perkara TBC, sebagaimana para pembaca yang budiman akan
mendapatinya dalam artikel ini. Terlebih lagi
permasalahan pengagungan kepada para wali penghuni kubur dan pemakmuran
kuburan dengan peribadatan-peribadatan. Kaum Syi'ah dikenal dengan peribadatan
kepada ahli kubur, yang ternyata hal ini diikuti pula oleh sebagian kaum sufi
–baik mereka sadari atau tidak mereka sadari-.
Karenanya tidak didapati penentangan yang keras
terhadap dakwah salafy wahabi kecuali dari dua kelompok ini syi'ah dan sufiah.
Padahal apa yang diserukan oleh kaum salafy
wahabi itulah ajaran Rasulullah. Kaum salafy wahabi hanyalah menyalurkan apa
yang diserukan oleh Nabi mereka Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sesungguhnya kondisi kaum syi'ah Rofidoh dan
sebagian kaum sufi terhadap ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
sebagaimana yang digambarkan oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam
perkataannya :
"Barang siapa yang membandingkan antara
petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kuburan, apa yang
diperintahkan oleh beliau, apa yang dilarang oleh beliau, serta praktik para
sahabatnya, dengan kondisi kebanyakan manusia sekarang maka dia akan mendapati
bahwa keduanya saling bertentangan dimana tidak akan mungkin bersatu/selaras
selama-lamanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang
sholat ke kuburan (HR Muslim no 972), sementara mereka sholat di kuburan.
Rasulullah melarang menjadikan kuburan sebagai
masjid-masjid (*HR al-Bukhari no 436 dan Muslim no 532), sementara mereka
membangun di atas kuburan masjid-masjid yang mereka namakan dengan masyaahid,
yang menyaingi rumah-rumah Allah ta'aala.
Rasulullah melarang menyalakan lampu di atas
kuburan (*HR Ahmad no 2030, Abu Dawud no 2336 dan At-Thirmidzi no 320),
sementara mereka justru mewakafkan harta mereka untuk penyalaan lentera-lentera
di atas kuburan.
Rasulullah melarang kuburan dijadikan 'ied (*HR
Abu Dawud no. 2044), sementara mereka
menjadikan kuburan-kuburan tempat perayaan dan tempat-tempat ibadah, mereka
berkumpul di kuburan sebagaimana mereka berkumpul tatkala 'ied, atau bahkan
lebih banyak.
Rasulullah memerintahkan untuk meratakan
kuburan-kuburan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya
عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِيِّ، قَالَ: قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ «أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ»
Dari Abul Hayyaaj al-Asady rahimahullah berkata,
"Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu berkata kepadaku, "Tidakkah aku
mengutusmu (menugaskanmu) atas apa yang Rasulullah –shallallahu 'alaihi wa
sallam- menugaskanku?, Tidaklah engkau membiarkan patung kecuali engkau
hancurkan, dan tidak pula kuburan yang tinggi kecuali engkau ratakan" (HR
Muslim no 969)
Imam Muslim juga meriwayatkan dalam shahihnya
dari Tsumaamah bin Syufay berkata:
كُنَّا مَعَ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ بِأَرْضِ الرُّومِ بِرُودِسَ، فَتُوُفِّيَ صَاحِبٌ لَنَا، فَأَمَرَ فَضَالَةُ بْنُ عُبَيْدٍ بِقَبْرِهِ فَسُوِّيَ، ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا
Kami bersama Fadholah bin 'Ubaid radhiallahu
'anhu di negeri Romawi, yaitu di Rudis, maka salah seorang sahabat kami
meninggal. Fadholah bin 'Ubaid pun memerintahkan agar kuburannya diratakan,
kemudian ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam memerintahkan untuk meratakan kuburan" (HR Muslim no 968)
Sementara mereka berlebih-lebihan dalam
menyelisihi dua hadits ini, mereka meninggikan kuburan di atas tanah hingga
seperti rumah, bahkan mereka membangun di atasnya kubah-kubah.
Rasulullah juga melarang untuk
menyemeni/mengapuri kuburan dan membangun bangunan di atasnya sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya dari Jabir, ia berkata :
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
melarang untuk menyemen kuburan, duduk diatasnya, dan membangun di
atasnya" (HR Muslim no 970)
Rasulullah juga melarang untuk menulis di atas
kuburan sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Thirmidzi dalam sunan
mereka dari Jabir radhiallahu 'anhu
نهَىَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ تُجَصَّصَ الْقُبُوْرُ وَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهَا وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهَا
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang
kuburan disemeni, dan ditulis di atasnya, dan melarang dibangun di
atasnya" (HR Abu Dawud no 3227 dan At-Tirmidzi no 1052), dan At-Thirmidzi
berkata, "Hadits hasan shahih"
Sementara mereka meletakan di atas
kuburan-kuburan lempengan-lempengan kayu atau batu, untuk mereka tulisi
al-Quran atau yang lainnya.
Rasulullah melarang untuk ditambah di atas
kuburan pasir yang selain dari kuburan tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh
Abu Dawud dari hadits Jabir juga :
نَهَى أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ أَوْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ أَوْ يَزَادَ عَلَيْهِ
"Rasulullah melarang kuburan disemen, atau
ditulis padanya, atau ditambah padanya" (HR Abu Dawud no 3228).
Sementara mereka –selain pasir- mereka juga
menambahkan batu bata, batu-batu, dan semen/kapur kepada kuburan…
Maksudnya intinya adalah mereka para pengagung
kuburan yang telah menjadikannya sebagai perayaan, menyalakan lampu-lampu dan
lentera-lentera di atasnya, membangun di atasnya masjid dan kubah-kubah telah
menentang perkara-perkara yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam" (Ighoostah al-Lahfaan 1/197)
Lantas apakah salah jika ada wahabi menyeru
kepada sunnah Nabi shallalhu 'alaihi wa sallam?? Lantas apakah jika ada
seseorang yang menegakkan sunnah Nabinya lantas dicap sebagai wahabi
khawarij??.
Karenanya sungguh indah syair berikut ini :
Ketika aku putuskan untuk beramal sesuai Al-Quran
& Sunnah dengan faham As Salafush Shaleh, Akupun dipanggil Wahabi…
Ketika aku minta segala hajatku hanya kepada
Allah subhaanahu wa ta’ala tidak kepada Nabi & Wali .… Akupun dituduh
Wahabi
Ketika aku takut mengkafirkan dan memberontak
penguasa yang dzalim, Akupun dipasangi platform Wahabi
Ketika aku tidak lagi shalat, ngaji serta ngais
berkah di makam-makam keramat… Akupun dijuluki Wahabi
Ketika aku putuskan keluar dari tarekat sekte
sufi yang berani menjaminku masuk surga… Akupun diembel-embeli Wahabi
Ketika aku mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memanjangkan jenggot, memotong celana diatas dua mata kaki, …,…., Akupun
dilontari kecaman Wahabi
Tapi…!
Apabila Wahabi mengajakku beribadah sesuai dengan
AlQuran dan Sunnah…Maka aku rela mendapat gelar
Wahabi !
Apabila Wahabi mengajakku hanya menyembah dan
memohon kepada Allah subhaanahu wa ta’ala … Maka aku Pe–De memakai mahkota
Wahabi !
Apabila Wahabi menuntunku menjauhi syirik, khurafat
dan bid’ah… Maka aku bangga menyandang baju kebesaran Wahabi !
Apabila Wahabi mengajakku taat kepada Allah
subhaanahu wa ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam … Maka akulah
pahlawan Wahabi !
Ada yang bilang.…. Kalau pengikut setia Ahmad
shallallahu ‘alaihi wa sallam digelari Wahabi, maka aku mengaku sebagai Wahabi.
Ada yang bilang….. Jangan sedih wahai “Pejuang
Tauhid”, sebenarnya musuhmu sedang memujimu, Pujian dalam hujatan….!
Sungguh terlalu banyak fitnah dan tuduhan dusta
yang telah dilontarkan kepada beliau. Diantara tuduhan yang santer ditempelkan
kepada beliau adalah
Pertama : Tuduhan bahwasanya beliau telah
mengkafirkan seluruh umat Islam yang tidak sepaham dengan beliau.
Kedua : Tuduhan bahwasanya beliau adalah satu
sekte yang bengis yaitu sekte khawarij yang telah dikabarkan oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam banyak hadits-haditsnya.
Dua tuduhan inilah yang digembar-gemborkan oleh
seorang pendongeng yang menamakan dirinya Syaikh Idahram, dalam bukunya yang
berjudul "Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, mereka membunuh semuanya
termasuk para ulama!!!". Sungguh sebuah judul yang sangat provokatif yang
menggambarkan bahwa seorang sosok salafy wahabi adalah sosok yang haus darah
kaum muslimin, yang hobi membunuh kaum muslimin bahkan para ulama.
Penulis buku ini menamakan dirinya seorang
syaikh…, akan tetapi setelah saya meneliti isi bukunya ternyata dia hanyalah
seorang Syaikh pendongeng !!. Para pembaca akan mendapati koleksi kedustaan
dongeng dari si idahram ini yang telah saya kumpulkan.
Orang yang mau sedikit berfikir saja sambil
melihat kenyataan yang ada maka akan paham bahwasanya idahram ini hanyalah
sedang berdongeng. Masyarakat Indoensia telah lama mengenal beberapa organisasi
dakwah di tanah air yang berpemahaman wahabi, seperti Muhammadiah, Persis, dan
Al-Irsyad. Ketiga organisasi ini telah eksis di Indonesia sejak puluhan tahun
lalu hingga sekarang, akan tetapi tidak pernah kita dapati salah seorangpun dari
mereka yang haus darah sebagaimana yang digambarkan oleh idahram !!
Demikian juga perjuangan Tuanku Imam Bonjol yang
berpemahaman wahabi –dalam perang padri- merupakan kisah sejarah yang telah
tercatat dengan tinta emas. Tidak ada satu sejarawan pun yang menggambarkan
bahwa Tuanku Imam Bonjol atau salah satu dari pengikutnya "Haus Darah kaum
msulimin" sebagaimana yang didongengkan oleh idahram.
Demikian juga dakwah
sunnah –yang dikenal dengan dakwah salafy- yang akhir-akhir ini mulai
berkembang di tanah air, maka tidak seorangpun dari mereka yang kita dapati
haus darah, suka mengkafirkan kaum muslimin, apalagi hobi membunuh kaum
muslimin !!!. Lantas dari manakah idahram terispirasi untuk memunculkan kreasi
dongengannya??
Diterbitkan pada 04 September 2012
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com
Disalin pada 19 Juni 2013
Untuk lebih lengkapnya (teks arabnya), bisa klik
sumbernya langsung, ada komentar dan diskusi juga di sana.