Abu Salafy berkata
((Kepalsuan Atas Nama Salaful Ummah!
Dan sebelum saya menutup pembahasan ini, saya
ingin mengajak Anda meneliti masalah ini dari tinjauan sejarah dan praktik kaum
Salaf! Dimana kaum Wahhâbiyah sering kali dalam menolak atau menetapkan sesuatu
keyakinan mendasarkannya atas praktik kaum Salaf; sahabat dan tabi’in serta
generasi ketiga umat Islam!
Betapa sering kaum Wahhâbiyah menolak sebuah
praktik tertentu yang dijalankan kaum Muslimin (selain wahhabi) dengan alasan
bahwa Salaf umat ini tidak pernah mengerjakan praktik seperti itu!!
Dan untuk mendukung klaimnya, tidak jarang
kaum Wahhâbiyah menolak data atau memalsu klaim bahwa Salaf tidak pernah
mempraktikkannya! Sementara bukti-bukti saling menguatkan bahwa Salaf justru
telah mempraktikkannya!
Dan dalam dunia pemalsuan klaim ijma’, sulit
rasanya kita menemukan seorang tokoh yang berani memalsu lebih dari keberanian
yang dimiliki Ibnu Taimiyah.
Dalam kasus kita ini, Ibnu Taimiyah dan para
tokoh Wahhâbiyah tidak mau melewatkannya tanpa mengaku-ngaku dengan tanpa dasar
bahwa tidak seorang pun dari Salaf yang melakukannya!
Ibnu Taimiyah berkata:
و لَم يذكر أحدٌ من العلماء أنه يشرع التوسل و الإستسقاء بالنبي والصالح بعد موته ولا فِي مغيبه، ولا استحبوا ذلك فِي الاستسقاء ولا فِي الاستنصار ولا غير ذلك مِن الأدعية. و الدعاءُ مخُّ العبادة
Dan tidak seoranmg pun dari para ulama
mengatakan disyari’atkannya bertawassul dengan Nabi atau seorang shaleh setalah
kematiannya dan di kala ia tidak hadir. Mereka tidak memustahabkan hal itu baik
dalam istisqâ’ (doa memohon diturunkannya hujan), tidak pulah dalam doa memohon
pertolongan dan doa-doa selainnya. Dan doa itu inti ibadah.” (Ziyârahal Qubûr wa al Istijdâ’ bi al
Maqbûr:43)
Dalam Risalah al-Hadiyyah as-Saniyyah
disebutkan
Tidakk seorang pun dari Salaf umat ini;
sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in yang memilih-milih menegakkan shaalat atau
berdoa di sisi kuburn para nabi dan meminta dari mereka serta memohon
bantuan/beristighatsah dengan mereka, tidak di kala ghaib mereka/di tempat jauh
maupun di hadapan kuburan mereka.” (Al
Hadiyyah as Saniyyah:162. Terbitan al Manâr- Mesir)
Mungkin seorang pemula yang belum banyak
mengetahui sajarah para sahabat dapat tertipu dengan ucapan di atas dan
menganggapnya benar, akan tetapi anggapan itu akan segera sirna dan terbukti
kepalsuan dan kebatilannya ketika ia telah mengetahui sejarah para sahabat
walaupun hanya sekilas saja! Sebab ia akan dibuat melek dengan data-data akurat
bahwa ternyata para sahabat, tabi’in dan generasi demi generasi umat Islam
telah menjalankan prakti beristighatsah dengan Nabi saw….
Dalam kesempatan ini, saya hanya akan
membawakan beberapa contoh sebagai pembuktian awal, dan bagi yang berminat
mengetahuniya dengan lengkap dipersilahkan merujuk kitab-kitab para ulama
Ahlusunnah yang khusus berbicara masalah tersebut! )).
Demikian perkataan Abu Salafy, lalu ia
menyebutkan tiga atsar dari salaf yang mendukung aqidahnya ini, yaitu atsar
dari Abu Bakr, kemudian dari Ali bin Abi Tholib dan Imam Malik radhiallahu
'anhum.
Setelah itu Abu Salafy berkata :
((Inilah sekelumit data dan riwayat yang
menerangkan kebiasaan dan praktik para as-Salaf ash-Shaleh; generasi sahabat
dan tabi’in serta tabi’ut tabi’in dalam bertawassul, berdoa di hadapan pusara
suci baginda Rasulullah saw. Serta memohon dari beliau untuik berkenan
mendoakan dan memhohonkan ampun, maghfirah yang diklaim kaum Wahhâbiyah sebagai
syirik dan menyekutukan Allah. Semoga sekelumit data di atas dapat membuka
pikiran kita akan kebenaran praktik kaum Muslimin yang dikecam kaum
Wahhâbiyah!)) demikian perkataan Abu Salafy (silahkan lihat
http://abusalafy.wordpress.com/2008/05/22/226/)
Para pembaca yang dimuliakan Allah, dalam
tulisan ini Abu Salafy dengan berani menyatakan bahwasanya kaum Wahhabiah
(khususnya Ibnu Taimiyyah) telah berdusta atas nama salaful Ummah. Kemudian Abu
Salafy menyebutkan riwayat-riwayat yang menunjukan kedustaan kaum Wahhabi. Oleh
karena itu saya akan mencoba memaparkan hakekat yang sebenarnya siapakah yang
telah berdusta…???
Saya mengingatkan kembali para pembaca agar
membaca kembali tulisan-tulisan saya yang menjelaskan tipu muslihat dan
kedustaan Abu Salafy. Yang telah menggelari dirinya dengan Abu Salafy untuk
menipu umat, dan ternyata ia sama sekali tidak mengikuti madzhab salaf. Dalam
tulisannya ini juga ia nekad berdusta atas nama salaf. Sungguh… tuduhan yang ia
berikan kepada kaum Wahhabiyah lebih pantas untuk ia pikul. Wallahu musta'aan.
Abul Qoosim Al-Ashbahaani (wafat tahun 535 H)
berkata tentang Ahlul Ahwaa' :
يَحْتَجُّ بِقَوْلِ التَّابِعِي عَلَى قَوْلِ النَّبِيِّ أَوْ بِحَدِيْثٍ مُرْسَلٍ ضَعِيْفٍ عَلَى حَدِيْثٍ مُتَّصِلٍ قَوِيٍّ، ... صَاحِبُ الْهَوَى كَالْغَرِيْقِ يَتَعَلَّقُ بِكُلِّ عُوْدٍ ضَعِيْفٍ أَوْ قَوِيٍّ ... وَصَاحِبُ الْهَوَى لاَ يَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يَهْوَى
"Pengikut hawa nafsu berdalil dengan
perkataan tabi'in untuk menentang sabda Nabi, atau berdalil dengan hadits
mursal yang dho'iif (lemah) untuk menentang hadits yang bersambung dan kuat…
Pengikut hawa nafsu seperti orang yang tenggelam, ia bergantung pada setiap
batang kayu yang lemah atau yang kuat… pengikut hawa nafsu tidaklah mengikuti
kecuali nafsunya"(Al-Hujjah fii bayaan Al-Mahajjah 2/233-234)
Sungguh permisalan yang indah dari Abul
Qoosim Al-Ashbahaani… pengikut hawa nafsu memang hanya mengikuti hawa nafsunya,
ibarat seorang yang akan tenggelam maka tangannya berusaha meraih apa saja
untuk menjadi tempat pegangan…. tidak peduli kayu yang lemah… yang ternyata
tidak bisa menyelamatkannya.. Tatkala aqidah yang ia yakini tidak dibangun di
atas dalil maka atsar apa saja yang bisa dijadikan hujjah maka ia segera
berpegang teguh tidak perduli apakah dalil tersebut lemah atau tidak.
Sungguh yang sangat saya sayangkan adalah
sikap ustadz Abu Salafy yang –jago mengkritik ilmu hadits Syaikh Al-Albani
rahimahullah- ternyata berkali-kali berdalil dengan atsar salaf yang lemah
untuk mendukung aqidahnya, sebagaimana telah lalu saya ungkapkan ulahnya ini
tatkala menukil atsar dari Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu, Zainal Abidin,
dan Ja'far Sahdiq rahimahumallah. (lihat
http://www.firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/76-mengungkap-tipu-muslihat-abu-salafy-cs)
Demikian pula pada tulisan ini, ia berusaha
menggambarkan kepada pembaca bahwa bertwassul kepada orang mati merupakan
kebiasaan salaf, kebiasaan para sahabat dan para tabi'in.
Oleh karenanya saya ingin menjelaskan
kedudukan atsar-atsar tersebut, apakah atsar-atsar tersebut shahih? ataukah
lemah?
Pendahuluan :
Para
pembaca yang budiman, permasalahan isnad merupakan permasalahan yang sangat
penting, terlebih lagi sanad dari hadits-hadits atau atsar-atsar yang dijadikan
dalil untuk permasalahan hukum. Terlebih lagi jika dijadikan dalil untuk
permasalahan aqidah. Sesungguhnya aqidah yang benar merupakan keyakinan yang
wajib diyakini oleh seorang mukmin hingga ia bertemu Robnya. Akan tetapi
tentunya aqidah yang benar harus dibangun di atas dalil yang benar dan shahih.
Maka sungguh merupakan hal yang sangat menyedihkan dan memilukan tatkala kita
mendapati seseorang yang membangun aqidahnya di atas dalil yang lemah, di atas
hadits yang dho'iif… apalagi dibangun di atas atsar yang lemah… terlebih lagi
jika atsar yang lemah tersebut dijadikan tameng untuk membantah begitu banyak
dalil dari Al-Qur'an maupun as-sunnah yang bertentangan dengan aqidahnya (baca
= hawa nafsunya). Terlebih lagi jika atsar-atsar yang lemah tersebut digunakan
untuk mencela para ulama bahkan menuduh mereka berdusta…!!!??
Yang sungguh menyedihkan ini semua telah
terkumpul pada sang ustadz Abu Salafy, yang berulang-ulang menjadikan atsar
yang lemah untuk memperolok-olok kaum wahhabi, bahkan menuduh mereka telah
berdusta. Namun… siapakah yang sesungguhnya telah berdusta..???!!!
Syu'bah bin Al-Hajjaaj rahimahullah berkata :
إِنَّمَا نَعْلَمُ صِحَّةَ الْحَدِيْثِ بِصِحَّةِ الإِسْنَادِ
"Sesungguhnya kami hanyalah mengetahui
shahihnya suatu hadits dengan shahihnya isnad" (At-Tamhiid, Ibnu Abdil
Barr 1/57)
Sufyaan Ats-Tsauri rahimahullah berkata :
المَلاَئِكَةُ حُرَّاسُ السَّمَاءِ وَأَصْحَابُ الْحَدِيْثِ حُرَّاسُ الأَرْضِ
"Para malaikat adalah penjaga langit dan
para ahli hadits adalah penjaga bumi" (Syarof Ashaab Al-Hadiits, Khathiib
Al-Baghdaadi hal 91)
Ali bin Al-Madiini berkata :
التَّفَقُّهُ فِي مَعَانِي الْحَدِيْثِ نِصْفُ الْعِلْمِ، وَمَعْرِفَةُ الرِّجَالِ نِصْفُ الْعِلْمِ
"Mempelajari makna hadits adalah
setengah ilmu dan mengenali rawi-rawi adalah setengah ilmu" (Siyar A'laam
An-Nubalaa' 11/48)
Ibnul Mubaarok berkata :
الإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلاَ الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
"Isnad bagian dari agama, kalau bukan
karena isnad maka siapa saja yang berkehendak akan mengucapkan apa yang dia
kehendaki" (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam muqoddimah shahihnya)
Maka saya berkata –sebagaimana yang dikatakan
para salaf- kepada Ustadz Abu Salafy tatkala ia berdalil dengan atsar-atsar
tanpa menyebutkan sanadnya :
سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ
"Sebutkan nama-nama rawi-rawi
kalian" (Sebagaimana yang dihikayatkan oleh Ibnu Sirin dari para salaf,
lihat Muqoddimah shahih Muslim)
Adapun atsar-atsar yang dijadikan dalil oleh
Abu Salafy adalah sebagai berikut:
Pertama : Atsar dari Abu Bakar radhiallahu
'anhu
Abu salafy berkata ((Setelah wafat Rasulullah
saw. Abu Bakar ra. datang melayatnya dan berkata:
اُذْكرْنا يا مُحمدُ عندَ رَبِّكَ، و لْنكُن فِي بالِكَ
Wahai Rasulullah, ingatlah kami di sisi
Tuhanmu dan hendaknya kami selalu dalam benakmu.” (Ad-Durar as-Saniyyah; Sayyid
Zaini Dahlan asy Syafi’i: 36))"
Firanda berkata :
Sanggahan terhadap Abu Salafy melalui
poin-poin berikut:
Pertama : Saya sudah mengecek kitab Ad-Durar
As-Saniyyah, dan ternyata Sayyid Zaini Dahlan tidak menyebutkan sama sekali
sanad dari atsar ini. Dan ustadz Abu Salafy juga tidak menyebutkan sanad atsar
ini, bukankah sang ustadz adalah pakar hadits yang jago mengkritik Syaikh
Albani?
Kedua : Apakah buku Ad-Durar As-Saniyyah
kitab hadits dan atsar??, tentunya bukan. Apakah Sayyid Dahlan meriwayatkan
atsar-atsar dalam kitabnya ini dengan sanadnya sendiri?, tentu tidak !!. Ustadz
Abu Salafy tentunya tahu akan hal ini, karena ia pakar hadits, atau lebih
tepatnya pakar mengkritik syaikh Albani. Lantas kok bisa-bisanya ustadz Abu
Salafy berdalil dengan sebuah atsar dari sebuah buku yang bukan buku hadits dan
atsar, kemudian tanpa mengecek keabsahan sanad atsar tersebut, kemudian
membangun sebuah aqidah di atas atsar yang tidak jelas seperti ini !!???
Ketiga : Atsar ini telah dihukumi lemah oleh
pakar hadits Al-Haafizh Abul Fadhl Zainuddin Al-'Irooqi Asy-Syafi'i (wafat
tahun 806 H) dalam kitabnya "Al-Mughni 'an haml Al-Asfaar", ia
berkata :
"Hadtis bahwasanya tatkala sampai kepada
Abu Bakr kabar (tentang wafatnya nabi shallallahu 'alaihi wa sallam-pen) maka
beliaupun masuk ke rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan iapun
menyolatkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kedua matanya bercucuran air
mata dan isakannya naik seperti suara menelan seteguk air, namun dalam kondisi
demikian beliau tetap tegar baik sikap maupun perkataan. Maka beliaupun
bertelungkup kepada Nabi lalu menyingkap kain yang menutup wajah Nabi…al-hadits
hingga perkataan Abu Bakr : "Dan jagalah ia pada kami". Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Ad-Dunyaa di kitab Al-'Azaa' dari hadits Ibnu Umar dengan sanad
yang lemah" (Al-Mughni 'an Haml Al-Asfaar dicetak bersama kitab Ihyaa' di
bagian catatan kaki. Lihat Ihyaa' Uluumuddiin 4/459 cetakan Daar Ihyaa Al-Kutub
Al-'Arobiyyah)
Keempat : Isi dari atsar ini agak aneh,
bagaimana Abu Bakar berkata "Wahai Muhammad". Bukankah Allah telah
berfirman
لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul
diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain)
(QS An-Nuur : 63)
Dalam ayat ini sangatlah tegas Allah
mengharamkan terhadap umat ini untuk memanggil Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam sebagaimana jika sebagian kita memanggil sebagian yang lain.
Hal ini jelas dipraktekan oleh para sahabat, oleh karenanya kita dapati dalam
ribuan hadits para sahabat yang kedudukan mereka jauh dari kedudukan Abu Bakr
jika memanggil Nabi maka mereka berkata "Yaa Rasuulallah" atau
"Yaa Nabiyyallah". Lantas bagaimana orang terbaik umat ini Abu Bakr
As-Siddiiq radhiallahu 'anhu memanggil Nabi dengan perkataan yang kasar
"Wahai Muhammad" !!???.
Hal ini merupakan keanehan… dan sepertinya
ustadz Abu Salafy juga sadar akan hal ini, oleh karenanya ia tidak amanah
tatkala menerjemahkan atsar tersebut. Ia terjemahkan "Wahai
Rasulullah", padahal terjemahan yang benar adalah "Wahai
Muhammad".
Kedua : Atsar dari Ali bin Abi Tholib
Abu Salafy berkata :
((Al Hafidz Abu Abdillah Muhammad ibn Musa
an-Nu’mâni meriwayatkan dalam kitabnya Mishbâh adz-Dzalâm Fî al-Mustaghîtsîn Bi
Khairil Anâm dengan sanad bersambung kepada Sayyidina Ali ra., beliau berkata,
“Ada seorang Arab baduwi datang tiga hari setelah kami mengebumikan Rasulullah
saw.. orang itu melemparkan badannya ke pusara Nabi saw. Dan menaburkan
tanahnya ke atas kepalanya sambil meratap:
يا رسولَ الله! قلتَ فسمِعْنَا قولَكَ، ووَعَيْتَ عن اللهِ سبحانه و وعَيْنَا عنْكَ، و كان فيما أنزَلَ: { و لو أنَّهُم إِذْ ظلَموا أنفُسَهُم جاءوكَ فاستغفروا اللهَ و استغفر لَهُم الرسولَ لَوجدُوا اللهَ توابًا رحيمًا} و قد ظَلأَمتُ نفسِيْ وجِئْتُكَ تستغفِر لِي. فَنُودِيَ منَ القبْرِ: إنه قد غُفِرَ لَكَ.
Wahai Rasulullah, engkau berkata dan aku
mendengar ucapanmu, engkau mengerti dari Allah SWT dan aku mengerti darimu. Dan
di antara yang Allah turunkan adalah, “Sekiranya mereka ketika berbuat zalim
terhadap diri mereka datang kepadamu lalu mereka memohon ampunan dari Allah dan
engkau memohonkan ampunan bagi mereka pastilah mereka mendapati Allah Maha
penerima taubat dan Maha rahmat.” Aku telah menzalimi diriku dan aku datang
kepadamu agar engkau memohonkan ampunan bagiku.”
Lalu terdengar suara dari pusara itu, orang
itu telah diampuni.!”
Riwayat di atas telah disebutkan as-Samhûdi
dalam kitabnya Wafâ’ al Wafâ’, 2/1361 dan beliau banyak menyebutkan
riwayat-riwayat serupa pada Bab kedelapan)) demikian perkataan ustadz Abu
Salafy
Firanda berkata :
Seperti kebiasaannya, tatkala ustadz Abu
Salafy sadar bahwa atsar ini adalah atsar yang lemah maka iapun tidak
menampilkan sanad atsar ini. Abu salafy hanya menyebutkan sumber ia mengambil
atsar ini, yaitu dari kita Wafaa al Wafaa' karya As-Samhuudi.
Berikut ini saya nukilkan langsung dari kitab
Wafaa Al-Wafaa sehingga nampak jelas para perwai sanad atsar ini, As-Samhudi
berkata :
"Atsar ini diriwayatkan oleh Abul Hasan
Ali bin Ibrahim bin Abdillah Al-Karkhi, dari Ali bin Muhammad bin Ali, ia
berkata : Telah mengabarkan kepada kemi Ahmad bin Muhammad bin Al-Haitsam
At-Thooi, ia berkata : Telah mengabarkan kepadaku Ayahku dari ayahnya dari
Salamah bin Kuhail dari Ibnu Sodiq dari Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu"
(Wafaa al-Wafaa 4/1362-1362)
Perawi-perawi dalam sanad atsar ini adalah :
1.
Abul Hasan Ali bin Ibrahim bin Abdillah Al-Karkhi : Saya tidak menemukan
tarjamah (biografi) perawi ini. Maka tolong ustadz Abu Salafy mendatangkan
biografi perawi ini, jika tidak maka perwai ini adalah majhuul
2.
Ali bin Muhammad bin Ali : Saya juga tidak menemukan tarjamah (biografi)
perawi yang dimaksud ini. Maka tolong ustadz Abu Salafy mendatangkan biografi
perawi ini, jika tidak maka perwai ini adalah majhuul
3. Ahmad bin Muhammad Al-Haitsam At-Thooi :
Saya juga tidak menemukan tarjamah (biografi) perawi yang dimaksud ini. Maka
tolong ustadz Abu Salafy mendatangkan biografi perawi ini, jika tidak maka
perwai ini adalah majhuul
4.
Muhammad Al-Haitsam At-Thooi : Saya juga tidak menemukan tarjamah
(biografi) perawi yang dimaksud ini. Maka tolong ustadz Abu Salafy mendatangkan
biografi perawi ini, jika tidak maka perwai ini adalah majhuul
5.
Al-Haitsam At-Thoo'i (wafat 207 H), ia adalah Al-Haitsam bin 'Adi
At-Thoo'i, Abu Abdirrahman Al-Manbiji, kemudian Al-Kuufi.
Berikut perkataan para ulama hadits tentang
perawi ini (sebagaimana penjelasan Ibnu Hajr Al-'Asqolaani rahimahullah dalam
Lisaanul Mizaan 8/361, tarjamah no 8312) ;
Imam Al-Bukhari berkata : "Tidak tsiqoh,
ia berdusta"
Yahyaa bin Ma'iin berkata : "Tidak
tsiqoh, ia berdusta"
Abu Dawud berkata : "Pendusta"
An-Nasaai berkata : "Matruuk"
6.
Salamah bin Kuhail (wafat 123 H), ia adalah Salamah bin Kuhail bin
Hushoin Al-Hadhromi, Abu Yahya Al-Kuufi. Seorang tabiin tsiqoh (lihat
biografinya di Tahdziibul Kamaal 11/313, tarjamah no 2467)
7.
Ibnu Shoodiq : Saya tidak menemukan biografinya, semoga ustadz Abu
Salafy bisa mendatangkan biografinya. Akan tetapi saya kawatir ada tashiif
dalam kitab Wafaa al-Wafaa. Yang seharusnya adalah Abu Soodiq –yang ma'ruuf
meriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib radhiallahu a'nhu- bukan Ibnu Shoodiq. Dan
inilah yang benar, bahwa yang dimaksud dalam sanad adalah Abu Shodiq, karena
termasuk yang meriwayatkan dari Abu Shdodiq adalah Salamah bin Kuhail dan Abu
Shodiq sendiri meriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib (lihat Tahdziib At-Tahdziib
4/538). Jika yang dimaksud adalah Abu Shodiq maka ia adalah –sebagaimana
perkataan Ibnu Hajr rahimahullah- :
"Abu Shoodiq Al-Azdii Al-Kuufi Muslim
bin Yaziid, Abu Shoodiq Al-Azdi Al-Kuufi. Dikatakan namanya adalah Muslim bin
Yaziid, dan dikatakan juga (namanya adalah) Abdullah bin Naajid. Shoduuq, dan
haditsnya dari Ali (bin Abi Tholib) mursal" (Taqriib At-Tahdziib 1161)
Ibnu Hajar juga berkata dalam kitabnya yang
lain
"Ia melakukan irsaal dari Abu
Mahdzuuroh, Ali bin Abi Thoolib, dan Abu Huroiroh" (Tahdziib At-Tahdziib
4/538)
8.
Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu: beliau adalah khalifah yang keempat
dari Khulafaa Rosyidiin, dan telah dijamin masuk surga oleh Nabi shallalhu
'alaihi wa sallam
Para pembaca yang dimuliakan Allah, setelah
melihat biografi para perawi di atas maka bisa kita lihat ternyata beberapa
penyakit dalam sanadnya, yaitu :
- 4 perawi yang majhul, padahal Abu salafy
tahu bahwasanya sanad yang salah satu perawinya majhuul adalah sanad yang
lemah. Bagaimana lagi kalau 4 perawi yang majhuul
-
Ada rawi pendusta yang bernama Al-Haitsam At-Thoo'i, dan ustadz Abu Salafy sangatlah paham dan
mengerti bahwa atsar yang pada sanadnya ada rawi pendusta berarti atsar palsu.
-
Abu Shodiq ternyata meriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib secara mursal,
maknanya ada rawi perantara antara Abu Shodiq dan Ali bin Abi Tholib, yang
perawi perantara tersebut tidak diketahui hakekatnya.
Satu dari tiga 'illah (penyakit) di atas
sudah cukup membuat kita menolak atsar ini, apalagi ada tiga 'illah. Oleh
karenanya dipastikan bahwasanya atsar ini adalah atsar yang dusta dan palsu.
Ketiga : Atsar dari Imam Malik rahimahullah
Abu Salafy berkata :
((Khalifah Manshûr al-Abbasi bertanya kepada
Imam Malik (yang selalu dibanggakan keterangannya oleh kaum Salafiyah
Wahhâbiyah dalam menetapkan akidah, khususnya tentang Tajsîm), “Wahai Abu Abdillah,
apakah sebaiknya aku menghadap kiblat dan berdoa atau menghadap Rasulullah?
Maka Imam Malik menjawab:
لِمَ تَصْرِفُ وجْهَكَ عنهُ وهو وسيلَتُكَ ووسيلَةُ أبيكَ آدَمَ إلى يومِ القيامَةِ؟! بل اسْتَقْبِلْهُ واسْتَشْفِعْ بِهِ فَيُشَفِّعَكَ اللهُ، قال الله تعالى: ولو أنَّهُم إِذْ ظلَموا أنفُسَهُم
Mengapa engkau memalingkan wajahmu darinya,
sedangkan beliau adalah wasilahmu dan wasilah Adam ayahmu hingga hari kiamat?!
Menghadaplah kepadanya dan mintalah syafa’at darinya maka Allah akan memberimu
syafa’at. “Sekiranya mereka ketika berbuat zalim terhadap diri mereka…. “
(Wafâ’ al Wafâ’, 2/1376))) demikian perkataan Abu Salafy
Firanda berkata :
Para
pembaca yang budiman, sekali lagi sang ustadz membawakan atsar ini tanpa
menyebutkan sanad atsar ini.
Demikian pula As-Samhuudi dalam kitabnya
Wafaa al-Wafaa juga tidak menyebutkan sanad atsar ini, ia hanya mengisyaratkan
bahwasanya atsar ini telah diriwayatkan oleh Al-Qodhi 'Iyaad dalam kitabnya
As-Syifaa. Marilah kita melihat sanad atsar ini agar kita bisa menghukumi
kedudukan atsar ini sebagaiman termaktub dalam kitab As-Syifaa 2/40-41
Sungguh antara Al-Qoodhi 'Iyaadl dan Imam
Malik ada 7 rawi.
Tentunya butuh waktu untuk mengecek satu
persatu kedudukan rawi-rawi tersebut, oleh karenanya saya berharap ustadz Abu
Salafy mendatangkan kedudukan rawi-rawi tersebut dalam al-jarh wa at-ta'diil,
sehingga kita bisa mengetahui keabsahan atsar Imam Malik ini.
Akan tetapi pada kesempatan ini pembicaraan
kita tertuju 2 rawi:
Pertama : Ya'quub bin Ishaaq bin Abi Israaiil
Kedua : Ibnu Humaid yang langsung
meriwayatkan dari Imam Malik dalam sanad ini yaitu.
Adapun Ya'quub bin Ishaaq bin Abi Israa'il
adalah maka dikatakan oleh Ad-Daaruquthni : "Laa ba'sa bihi" (Tariikh
Bagdaad 16/425 dan Mausuua'ah Aqwaal Abil hasan Ad-Daaruquthni fii rijaalil
hadiits wa 'ilalihi 2/725). Adz-Dzahabi mengklasifikasikan Ya'quub bin Ishaaq
bin Abi Israaiil pada tobaqoh ke 29 yaitu mereka yang wafat antara tahun 281 H
hingga 290 H (lihat Taariikh Al-Islaam 21/337 no 602).
Adapun Ibnu Humaid maka ada dua kemungkinan
-
Kemungkinan pertama : Ibnu Humaid adalah Muhammad bin Humaid Al-Yasykari
Abu Sufyaan Al-Ma'mari (wafat tahun 182 H), dan ia adalah perawi yang tsiqoh
(lihat Taqriib At-Tahdziib hal 839 no 5872). Dan kemungkinan yang pertama ini
(sebagaimana yang disangkakan oleh sebagian orang) adalah tidak mungkin, karena
tatkala Ibnu Humaid adalah ini maka jelas dia tidak bertemu dengan Ya'quub bin
Ishaaq bin Abi Israa'il, karena Ibnu Humaid ini meninggal sebelum lahirnya
Ya'quub
-
Kemungkinan kedua (dan inilah kemungkinan yang benar): Muhammad bin
Humaid bin Hayyaan At-Tamimi, abu Abdillah Ar-Roozi (wafat tahun 248 H) (lihat
biografinya di Tahdziibul Kamaal 25/97, tahdziib At-Tahdziib 3/546, dan taqriib
At-Tahdziib hal 839 no 8571), dan ia adalah perawi yang dho'iif, bahkan Abu
Zur'ah menuduhnya berdusta.
Dari penjelasan di atas maka jelas bahwasanya
dalam sanad atsar ini ada perawi yang lemah bahkan tertuduh dusta yaitu
Muhammad bin Humaid bin Hayyaan Ar-Roozi. Ini menunjukan lemahnya atsar dari
Imam Malik ini.
Selain itu ada 'illah yang lain pada atsar
ini yaitu inqithoo' (terputusnya sanad), hal ini dikarenakan Ibnu Humaid
ternyata tidak bertemu dengan Imam Malik, karena Imam Malik wafat pada tahun
179 H. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menjelaskan dengan panjang lebar
tentang lemahnya atsar ini (lihat Majmuu' Al-Fataawaa 1/228-230, demikian juga
Ibnu Abdil Haadi dalam kitabnya As-Shoorim Al-Munki fi ar-Rod 'alaa As-Subki
hal 415-419)
Bersambung…
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-,
13-03-1432 H / 16 Februari 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com
Diterbitkan pada 17 February 2011
Disalin pada
23 May 2013
Untuk lebih
lengkapnya (teks arabnya), bisa klik sumbernya langsung, ada komentar dan
diskusi juga di sana.